BAB I. PENDAHULUAN
Sektor perkebunan telah memberikan sumbangan cukup berarti bagi perkembangan dan stabilitas ekonomi di Indonesia. Pada saat badai krisis melanda Indonesia, agribisnis di bidang perkebunan tetap eksis dan bahkan mengalami pertumbuhan..
Dalam era perdagangan bebas, komoditas perkebunan merupakan salah satu komoditas unggulan Indonesia yg mampu memberikan devisa negara. Upaya pengembangan komoditas tersebut diperlukan bukan hanya untuk meningkatkan kuantitas produk, melainkan disertai peningkatan kualitas, keamanan, kontinuitas produksi dgn tingkat harga yang kompetitif sehingga mampu bersaing di pasar internasional.
Selain itu juga dibutuhkan dukungan melalui kebijakan Pemerintah yang lebih memberi peluang untuk akselerasi pengembangan bidang perkebunan, tumbuhnya partisipasi masyarakat melalui pengembangan kebun-kebun rakyat serta dukungan dan keterlibatan stakeholder yg berkepentingan dalam bidang perkebunan di Indonesia.
A. BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN
Pertanian dikelompokkan menjadi :
Pertanian dalan arti sempit, meliputi pertanian tanaman : Pangan; Perkebunan/Industri; Hortikultura; Makanan ternak/pakan
Pertanian dalan arti Luas, meliputi : tanaman pertanian, ternak, ikan, hutan.
Dalam pengusahaan tanaman tahunan di Indonesia dikenal Perkebunan Rakyat (Smallholder) dan Perkebunan Besar (Estate).
Dalam perkebunan terdapat istilah "Plantation" dan "Estate", dengan pengertian bahwa :
Plantation
: (pertanaman perkebunan = perkebunan) adalah lahan (land) yg ditanami tnm perkebunan.
Estate: (perusahaan perkebunan) adalah perusahaan (holding) yang mengusahakan tanaman perkebunan.
Estate biasanya diartikan sebagai perusahaan perkebunan besar. Sedangkan Holding sebagai perkebunan kecil atau perkebunan rakyat (smallholder).
Berdasar bentuk tanamannya, tanaman tahunan dibedakan :
Tanaman tahunan tidak berbentuk perdu atau pohon : tebu, nanas, sisal, rami, sereh wangi. Tanaman ini mempunyai sifat2 pertumbuhan tahunan karena sekali tanaman dapat tumbuh beberapa tahun dan dapat dipanen beberapa kali. Anakan/tunasnya tumbuh dewasa dan dipanen umur ± 1 tahun, sehingga tanaman tersebut digolongkan kedalam tanaman setahun.*)
Tanaman tahunan bentuk perdu, seperti : teh dan kopi. Tanaman ini tahan pangkasan sehingga dalam budidayanya banyak dipangkas untuk mendorong pertunasan dan bertahan tumbuh untuk jangka waktu cukup lama, Tanaman diusahakan dengan atau tanpa naungan.
Tanaman tahunan bentuk pohon, seperti: coklat, karet, kelapa, kelapa sawit. Tanaman ini tumbuh lebih besar, lebih tinggi dan lebih lama umurnya.
*) Kelompok 1 tidak selalu digolongkan tanaman tahunan, maka selanjutnya yg dibahas adalah kelompok 2 dan 3.
Perkebunan tanaman tahunan biasanya diusahakan Monokultur, karena : jumlah produksi yg besar; efisiensi pengelolaan, memudahkan pengadaan buruh dsb. Tetapi karena faktor pemasaran dan potensi alamnya, sering juga memerlukan diversifikasi atau penganekaragaman tanaman.
Tanaman tahunan dapat diusahakan dalam bentuk campuran (INTERKULTUR, MULTISTOREY dsb), atau ditanam secara terpisah sehingga masing2 kebun hanya terdiri dari satu jenis tanaman.
B. Perkebunan besar dan Perkebunan Rakyat :
Perkebunan merupakan salah satu sumber utama bagi penerimaan devisa negara. Dari 80% Perkebunan di Indonesia, merupakan rakyat/ perkebunan kecil.
Potensi yg ada pada perkebunan besar yang menonjol adalah :
Kemampuan menerapkan teknologi maju secara cepat, tepat dan konsisten dalam budidaya tanaman, untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas hasil.
Kemampuan pengorganisasian yang lebih efisien dalam pengangkutan dan penyerahan hasil dari kebun ke pabrik yang akan mengolah hasil lebih lanjut.
Mampu memproses hasil di pabrik secara efisien.
Kemampuan pemasaran hasil dan modal yang lebih baik. Kemampuan ini biasanya tidak terdapat pada perkebunan kecil, sehingga perkebunan ini produktivitasnya sangat rendah.
Perbedaan keduanya dapat dilihat sbb:
Perkebunan Rakyat | Perkebunan Besar |
1. Luas lahan relatif sempit
2. Modal lemah
3. Tingkat teknologi tradisional
4. Pengolahan hasil konvensional | 1. Luas lahan besar
2. Modal kuat
3. Teknologi maju
4. Pengolahan hasil modern |
Persyaratan iklim beberapa tanaman perkebunan (Team Tata Ruang Trans, IPB, 1982).
Altitude
(m) | Tipe Agroklimat Oldeman |
Basah (Gol. A + B) | Sedang (Gol. C) | Kering (Gol, D+E) |
0-100 | Kelapa
Kelapa sawit | Kelapa
Karet | Kelapa d |
101-400 | Kelapa
Kelapa sawit
Karet | Kelapa
Karet
Kopi Robusta | Kelapa d |
401-1000 | Kelapa (600 m)a Karet (500 m)b | Kelapa (600 m) a Karet (500 m) b K. Robusta (800m) b K. Arabika (500 m)c | Kelapa d |
>1001 | Kopi Arabika (1500 m) | Kopi Arabika (1500m)
| |
Keterangan :
a | = data lain merekomendasikan hanya sampai 400 m |
b | = data lain merekomendasikan hanya sampai 400 m |
c | = Kopi Arabika lini S. |
d | = Jenis2 lokal dari kelapa dapat ditanam pada daerah golongan Iklim
D, bila permukaan air tanah tidak terlalu rendah. |
Berdasarkan kemampuan yang dimiliki maka perkebunan besar mampu untuk meningkatkan penghasilan dan keuntungan per hektar dan per satuan tenaga kerja yang lebih tinggi dibanding perkebunan rakyat. Tetapi hal ini tidaklah berarti bahwa perkebunan besar tidak mempunyai kesulitan /permasalahan, diantaranya:
Perkebunan Besar biasanya mempunyai beban bunga yang tinggi dari penanaman modal.
Perkebunan Besar mempunyai resiko besar terhadap beberapa fluktuasi harga pasaran dunia, sedangkan pemindahan hasil komoditi dari yang satu ke yang lain tidaklah mudah.
Perkebunan Besar memerlukan tenaga kerja yang besar dan relatif mahal, meskipun tenaga kerja yang banyak dan murah merupakan salah satu ciri negara tropis, tetapi dalam praktek permasalahan yang timbul cukup banyak karena upah tenaga kerja merupakan masukan2 yang besar.
Sedangkan perkebunan kecil /rakyat mempunyai beberapa kelebihan dibanding perkebunan besar, diantaranya adalah :
Perkebunan kecil merupakan usaha yang dijalankan oleh keluarga, termasuk pengadaan kebutuhan pangannya, sehingga penganekaragaman hasil lebih mudah dilaksanakan dalam waktu yang kritis (pemasaran, perang dsb).
Usaha perkebunan memerlukan masukan tenaga kerja yang tinggi dan relatif sedikit memerlukan mesin, sehingga memungkinkan perkebunan diusahakan secara ekonomis dalam bentuk perkebunan kecil tanpa menghadapi kesulitan2 yang berarti dalam masalah tenaga kerja, karena relatif cukup tersedia dalam keluarga.
Bila resiko pemasaran meningkat, gejolak politik meningkat dan upah buruh meningkat, maka perkebunan2 kecil lebih mampu bertahan dibandingkan perkebunan besar.
Perkebunan besar lebih mampu bersaing dibanding dengan perkebunan kecil, hanya dalam kondisi spesifik sbb.:
Bila proses produksi memerlukan teknologi yang tinggi.
Bila produksi per ha adalah besar sehingga memerlukan biaya transpor yang tinggi.
Bila produksi mempunyai nilai ekonomis yang tinggi dan untuk pemasaran memerlukan persyaratan kualitas seragam, dan harus bisa menyerahkan hasil pada waktu yang telah ditentukan.
Karakteristik tanaman tahunan yang menguntungkan dibanding tanaman setahun, adlh :
Tanaman tahunan mendorong petani untuk hidup menetap dan membuat investasi (rumah, jalan dsb).
Tanaman tahunan mempunyai produktivitas tinggi yang mendorong mempertahankannya melalui pemupukan dan konservasi, penggunaan lahan yang ekonomis, mencari hasil sampingan peternakan, tanaman pangan dsb.
Tanaman tahunan mempunyai harapan baik mempertaankan kesuburan tanah karena :
pengolahan tanah berkurang,
Melindungi tanah, dengan cover crop dan pohon pelindung
Beberapa jenis pohon dan semak tanaman tahunan berdampak positif
Biasanya dibuat teras-teras untuk perlindungan.
Tanaman tahunan dapat ditanam pada lahan-lahan yang kurang sesuai untuk tanaman setahun (karena adanya berbagai hambatan seperti faktor kelerengan, kesuburan dsb).
Tanaman tahunan tertentu (kopi, teh, karet) memerlukan banyak tenaga kerja tetapi mampu membayar kembali tenaga tsb dengan penghasilan cukup tinggi.
Tenaga kerja yang diperlukan untuk tanaman tahunan tersebar merata dalam satu tahun. Hal ini memungkinkan pemanfaatan tenaga kerja untuk kegiatan lain atau perluasan areal.
Tanaman tahunan kebanyakan merupakan tanaman perdagangan ekspor dan mempunyai ruang lingkup luas untuk intensifikasi, varietas/klon, cara bertanam, kerapatan tanam, pemupukan, pemangkasan, pemanenan, prosesing hasil dll.
Tanaman tahunan mempunyai jangka waktu yang lama sehingga merupakan investasi yang baik di hari tua.
Tanaman tahunan memberi peluang diferensiasi sosial yang lebih besar dibanding tanaman setahun (pendapatan keluarga ditentukan oleh jumlah pohon yang dimilki, ini merupakan pendorong untuk kompetisi).
Tanaman tahunan kebanyakan dipanen sepanjang tahun (teh, karet, kelapa sawit dsb), sehingga lebih cocok untuk tanaman industri/perkebunan besar.
Pada Tanaman tahunan ada pula karakteristik yang merupakan kelemahan2, antara lain :
Untuk pengusahaan tanaman tahunan memerlukan modal investasi awal yang cukup tinggi per kesatuan luas, sedangkan hasil baru dicapai beberapa tahun kemudian.
Beberapa tanaman tahunan merupakan komoditi ekspor yang memerlukan biaya prosesing tinggi (kelapa sawit)
Banyak pekerjaan sukar dilakukan secara mekanis, karena mekanisasi kebanyakan hanya mungkin untuk pembukaan lahan, pengolahan tanah, pengendalian OPT (Organisme Pengganggu tanaman), transpor.
Karakteristik tanaman tahunan tersebut banyak manfaatnya untuk dikaji bagi program pengembangan lahan dan perluasan tanaman dalam pengembangan proyek tanaman perkebunan dan transmigrasi.
Gambaran mengenai umur dan sifat tanaman perkebunan di Indonesia.
Jenis Tanaman | Panen pertama/th | Umur tnm dewasa/th | Umur pro-duktif/th | Bagian yg dipanen | Urgensi pnglhn hsl |
Kopi
Teh
Klp sawit
Karet
Coklat
Kelapa
Cengkeh | 3
3
3 - 4
4 – 7
4 - 8
4 - 6
5 - 7 | 5 - 6
6
7 - 9
8 - 11
15 - 20
8 - 15
15 | 12-50
50
35
35
50
60
50 | buah
daun
buah
getah
biji
buah
Tns bunga | Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Rendah
Rendah
sedang |
DAFTAR PUSTAKA
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi dan Coklat Internasional. Gramedia. Jakarta.
Sutidjo, 1986. Pengantar Sistem Produksi Tanaman Agronomi. Fak. Pertanian IPB.
PROSPEK DAN ARTI EKONOMI KOMODITAS KOPI
LATAR BELAKANG
Kopi merupakan salah satu komoditas perdagangan strategis dan memegang peranan penting bagi perekonomian nasional hingga akhir tahun 1990-an. Manfaat dari kopi ini antara lain sebagai : penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara bagi Indonesia, sehingga prospek ke depan masih sangat menjanjikan. Sebagian besar perkebunan kopi di Indonesia dikelola oleh rakyat, sedangkan yang dikelola oleh Perkebunan Besar relatif lebih sedikit.
Kualitas kopi sangat ditentukan antara lain oleh : jenis bahan yang ditanam ; faktor lingkungan; panenan; cara pengolahan hasil. Pada perkebunan rakyat biasanya kualitas kopi masih di bawah hasil dari perkebunan besar, dan hal inilah yang mengakibatkan kuantitas dalam memenuhi quota ekspor pada pasar dunia akan sulit tercapai.
Guna memenuhi kualitas, kuantitas dan kontinuitas perdagangan kopi perlu adanya perbaikan dan peningkatan dalam bidang pengusahaan kopi di Indonesia terutama pada perkebunan rakyat yang banyak tersebar di Sumatra, Jawa, Bali, NTT, Sulawesi. Perlu dilakukan penyuluhan di bidang : pemilihan jenis kopi yaitu Arabika yang berkualitas tinggi; kultur teknik; pemangkasan; pemanenan yang benar, serta penanganan pasca panen dan pengolahan hasil. Hal ini menjadi tugas dan tanggung jawab kalangan akademisi di bidang pertanian; instansi terkait dan Pemerintah.
Perkembangan budidaya kopi di Indonesia
Kopi merupakan bahan minuman penting yang sudah tidak asing lagi bagi penggemarnya di berbagai bangsa di seluruh dunia. Kopi mempunyai aroma yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiatnya yang dapat memberikan rangsangan penyegaran badan sehingga kopi cukup digemari oleh banyak orang.
Tanaman kopi diperkenalkan pertama kali di Indonesia oleh Belanda melalui VOC pada periode antara tahun 1696 - 1699. Penanamannya mula-mula hanya bersifat coba-coba, tetapi karena hasilnya cukup memuaskan dan menguntungkan sebagai komoditas perdagangan, maka VOC menyebarkan bibit kopi ke berbagai daerah untuk ditanam. Selanjutnya melalui peraturan tanam paksa (Cultur Stelsel) maka tanaman kopi cepat berkembang diberbagai daerah di Indonesia dalam bentuk perkebunan yang tersebar di Jawa, Lampung, Sumatra Barat, Sumatra Utara, Sumatra Selatan dan berbagai daerah di Indonesia.
Jenis kopi yang pertama kali dimasukkan ke Indonesia adalah kopi Arabika (Coffea arabica) pada tahun 1696. Karena tanaman ini mati oleh banjir, maka pada tahun 1699 didatangkan lagi bibit baru dan berkembang di sekitar Jakarta dan Jawa Barat, dan akhirnya menyebar ke seluruh Indonesia.
Lebih kurang satu tiga per empat abad kopi arabika ini berkembang sebagai tanaman rakyat dan tanaman perkebunan yang merupakan satu-satunya jenis kopi komersial di Indonesia. Sejak tahun 1876 dengan adanya serangan penyakit karat daun (Hemileia vastatrix), budidaya kopi arabika di Indonesia mengalami kemunduran hebat. Akibatnya kopi arabika hanya dapat bertahan di daerah tinggi (> 1.000 m), dimana serangan karat daun tidak begitu menghebat.
Usaha untuk mengatasi adanya serangan penyakit karat daun adalah mendatangkan jenis kopi lain yaitu kopi liberika (Coffea liberica) pada tahun 1875. Tetapi jenis kopi ini juga mudah diserang penyakit karat daun, disamping itu rasanya terlalu masam, sehingga tidak memenuhi harapan. Sanjutnya jenis liberika ini tidak ditanam lagi di Indonesia.
Pada tahun 1900 dicoba lagi jenis kopi lain dimasukkan ke Indonesia, yaitu kopi robusta (Coffea canephora). Ternyata kopi ini tahan terhadap penyakit karat daun, dan memerlukan syarat tumbuh dan pemeliharaan yang ringan, serta produksinya tinggi. Oleh karena itu jenis kopi robusta cepat berkembang di Indonesia dan mendesak jenis-jenis kopi yang lain.
Usaha persilangan beberapa varietas kopi, yaitu arabika, liberika dan robusta pada akhirnya menghasilkan keturunan yang mempunyai sifat-sifat agak berbeda dengan induknya dan sering disebut kopi varietas lokal sesuai dengan tempat varietas tersebut terbentuk.
Arti Ekonomi dan Prospek Tanaman Kopi
Sejak tahun 1984 ekspor kopi Indonesia menduduki nomor tiga tertinggi setelah Brasilia dan Kolombia. Bahkan, untuk ekspor kopi robusta, Indonesia menduduki peringkat pertama dunia. Tahun 1997, posisi Indonesia bergeser menjadi peringkat empat, tergeser Vietnam. Pergeseran ini terjadi karena persaingan ketat antar produsen kopi dan kelengahan Indonesia dalam mengamati posisinya di pasar kopi internasional. Peningkatan posisi Vietnam didukung produktivitas kopi yang tinggi yakni 3.5 ton per hektar, sementara Indonesia hanya sekitar 900 kilogram per hektar. Sebagian besar ekspor kopi Indonesia adalah jenis kopi robusta (93 %). Jenis kopi arabika, yang harganya lebih mahal, hanya sebagian kecil.
Kopi menjadi komoditi penting dalam perdagangan internasional selama abad ke-19. Sejak saat itu perdagangan kopi menderita kerugian karena kelebihan persediaan (over supply) dan harga yang rendah, diikuti oleh periode-periode yang relatif singkat dari kekurangan persediaan (short supply) dan harga yang tinggi. Harga kopi bisa berfluktuasi, kadang-kadang secara dramatis, tergantung pada persediaan, cuaca dan kondisi-kondisi perekonomian.
Sektor usaha perkebunan di Indonesia telah tumbuh dan berkembang melalui usaha perkebunan rakyat, perkebunan besar milik pemerintah dan milik swasta nasional atau asing. Perkebunan rakyat bercirikan usaha skala kecil, pengelolaan secara tradisional, produktivitas rendah dan tidak mempunyai kekuatan menghadapi pasar. Di lain pihak, perkebunan besar yang memiliki skala usaha yang besar, mengelola usahanya secara modern dengan teknologi tinggi, sehingga produktivitasnya tinggi dan mempunyai kekuatan untuk menghadapi pasar. Kesenjangan tersebut dapat diperkecil dengan melakukan kemitraan antara perkebunan besar dengan perkebunan rakyat. Melalui usaha-usaha untuk meningkatkan produksi dan kualitas kopi, baik melalui usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi kebun. Usaha pengembangan tersebut akan lebih berdaya guna jika melibatkan perkebunan besar dan perkebunan rakyat yang terikat dalam suatu kemitraan usaha.
Pengembangan perkebunan kopi rakyat ini akan meningkatkan pendapatan petani, yang pada gilirannya akan meningkatkan kesejahteraan petani. Secara lebih luas proyek perkebunan ini akan memberikan dampak positif terhadap peningkatan aktivitas perekonomian daerah setempat, seperti peningkatan jasa transportasi, jasa perdagangan dan aktivitas ekonomi lainnya, serta peningkatan perolehan devisa negara, karena komoditas kopi ini termasuk salah satu komoditas ekspor. Terbukanya hutan atau termanfaatkan 'lahan tidur' yang dikembangkan menjadi areal produktif yang diiringi berkembangnya pemukiman dan pusat perekonomian, serta semakin baiknya aksebilitas akan berdampak positif terhadap pengembangan wilayah dan tata ruang wilayah tersebut. Selain itu untuk mengatasi kelebihan produksi juga dapat dilakukan diversifikasi horizontal seperti penganekaragaman produk atau jenis makanan lain yang mengandung konsentrat kopi (kafein).
Ekspor kopi yang dilakukan oleh negara-negara anggota pengekspor ICO selama periode 1991/92 – 1996/97 hanya sedikit mengalami kenaikan, yaitu rata-rata 0,23% per tahun. Kenaikan inipun hanya terjadi pada masa 2 tahun terakhir setelah pulihnya panen diberbagai negara produsen yang sebelumnya mengalami kegagalan panen akibat kekeringan pada tahun 1994/95. Rata-rata ekspor selama periode tersebut adalah lebih kurang 4,5 juta ton. Ekspor tertinggi tercatat pada tahun 1996/97 sebesar 4,9 juta ton sedangkan terendah terjadi pada tahun 1994/95 yaitu sebesar 4 juta ton. Seperti halnya produksi, ekspor kopi dunia juga didominasi oleh Brasil, Colombia dan Indonesia. Pangsa pasar ketiga negara tersebut masing-masing adalah 23%, 16% dan 7%, dengan rata-rata volume ekspor masing-masing 1 juta ton, 750.000 ton dan 315.000 ton. Peningkatan ekspor kopi olahan relatif lebih tinggi dari pada bentuk kopi lainnya. Pada tahun 1991/92 total volume ekspor kopi olahan baru mencapai 1,62 juta ton, dengan cepat meningkat menjadi 2,64 juta ton pada tahun1996/97, atau hampir dua kali lipat dalan kurun waktu 5 tahun. Pasar kopi olahan ini lebih banyak dikuasai Brasil dan Colombia masing-masing dengan pangsa pasar 58% dan 12%, sedangkan Indonesia baru 1,3%. Dalam hal ekspor kopi olahan, pangsa pasar Ecuador, India dan Ivory Coast masing-masing 8,6 %, 7,2 % dan 6,7 % jauh lebih besar dari pada pangsa Indonesia.
International Coffee Organization (ICO)/Organisasi Kopi Internasional didirikan pada tahun 1963 ketika Kesepakatan Kopi Internasional Pertama berlaku untuk jangka waktu 5 tahun (1962 – 1967) . Memasuki tahun 1980-an sudah terlihat tanda-tanda perubahan perimbangan antara permintaan dan penawaran. Jumlah produksi meningkat cepat dan begitu juga areal sumber produksi menjadi lebih bervariasi dengan hadirnya pendatang baru. Mutu kopi pada umumnya juga mengalami perbaikan. Hal ini membawa alternatif baru bagi negara konsumen sehingga posisi tawar-menawar di dalam ICO menjadi semakin kuat dari pada posisi negara produsen sebelumnya. Dalam keadaan seperti ini, negara konsumen mulai keras menyuarakan keinginan dunia usahanya agar pengelolaan perkopian selanjutnya dapat dilakukan berdasarkan prinsip market orientation, dimana harga ditentukan berdasarkan penawaran dan permintaan semata dan tidak diinginkan adanya intervensi.Hal ini arti sebenarnya adalah sama dengan menolak prinsip renumerative yang digunakan sebelumnya. Dengan masuknya prinsip market orientation tersebut, intervensi pasar oleh ICO dalam bentuk kuota, yang menyebabkan banyak negara anggota konsumen dan negara produsen tidak mendapat ruang gerak yang fair, dihapus. Keadaan ini dengan cepat mengantarkan kerjasama ini kedalam bentuk perjanjian kopi yang baru tanpa klausula ekonomi. Sekarang yang perlu mendapat perhatian Indonesia bukan lagi bagaimana kembali ke masa berlakunya sisteim kuota ICO yang telah lalu, tetapi bagaimana sebaiknya kerjasama didalam ICO ini dikembangkan tanpa mencampuri pasar secara langsung dan bagaimana sebaiknya Indonesia dapat mengambil manfaat maksimal dari ICO. Dalam bentuk yang sekarang ini, ICO harus dilihat sebagai wadah dialog yang efektif diantara konsumen dan produsen mengenai berbagai hal yang menyangkut pasar seperti masalah kontrak, penyelesaian perselisihan dagang secara umum standar mutu, dan sebagai wadah kerjasama kultur teknis perkopian.
Pada mulanya manfaat ICO bagi Indonesia dirasakan sangat membantu dalam menstabilkan harga kopi melalui sistem kuota sesuai ketentuan ekonomis dalam Kesepakatan Kopi Internasional tahun 1984. Namun sejak tahun 1989 sistim kuota mengalami pembekuan dan bersamaan dengan itu dunia mulai memasuki era pasar bebas dan segera setelah itu serta merta harga kopi dipasar internasional jatuh. Selain itu penyebab penurunan produksi dikarenakan perselisihan antara pengusaha dan buruh, seperti demo buruh yang menyebabkan produksi berhenti untuk sementara Akibatnya, para eksportir tidak berani mengambil komitmen yang terlalu besar pada pihak pembeli di luar negeri. Takut mereka kecewa akibat eksportir kita tidak dapat memenuhi jadwalnya kepada pembeli di luar negeri. Untuk produksi, petani biasanya secara tradisional, jika harganya menarik otomatis perhatian mereka terhadap pemeliharaan tanaman Kopi menjadi lebih baik. Maka akan terjadi peningkatan. Tetapi, jika langkah-langkah kongkrit misalnya seperti yang terjadi di Vietnam, dimana peran pemerintah cukup besar terhadap tumbuhan Kopi, bisa jadi akan terjadi peningkatan stabil
DAFTAR PUSTAKA
Bank Indonesia. 2007. Aspek Sosial Ekonomi Perkebunan Kopi Arabika. www.bi.co.id. Diakses pada tanggal 24 juli 2007
Ditjenkpi,2007.http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/files/content/4/ICO_ORGANISASI_KOPI_INTERNASIONAL20060109120016.doc. Diakses tanggal 24 juli 2007.
One World. 2007. Prospek Kopi Indonesia di Pasar Internasional. www.satudunia.oneworld.net. Diakses pada tanggal 24 juli 2007.
Siswoputranto, P.S. 1978. Perkembangan Teh, Kopi dan Coklat Internasional. Gramedia. Jakarta.
III. BAHAN TANAM TANAMAN KOPI
Tanaman kopi termasuk tumbuhan tropik yang sangat mampu melakukan penyesuaian–penyesuaian dengan keadaan kawasan. Walaupun tumbuhan tropik, tanamannya tidak menghendaki suhu tinggi dan memerlukan tumbuhan naungan. Suhu di atas 350 C dan sebaliknya suhu dingin beku (frost) dapat merusak panen bahkan mematikan tanaman kopi. Tanaman kopi menghendaki suhu berkisar 15-300 C.
Di daerah asal tumbuhan kopi di hutan-hutan Afrika tumbuhan kopi ditemukan di bawah-bawah pohon-pohon besar di hutan-hutan, dengan keadaan yang cukup lembab, terutama untuk tumbuhan kopi Arabika. Jenis Arabika lebih cocok dibudidayakan di daerah-daerah tropik di kawasan pegunungan pada ketinggian di atas 600 m dari permukaan laut. Robusta dapat dibudidayakan di kawasan-kawasan di bawah 700 m dpl. Tanaman kopi cocok dibudidayakan secara komersial di kawasan antara 200 Lintang Utara dan 200 Lintang Selatan. Indonesia terletak dalam kawasan ini dan memiliki kawasan-kawasan yang cocok untuk budidaya kopi, baik jenis Arabika maupun jenis Robusta.
Untuk pengembangan buididaya secara komersial, perlu diperhatikan bahwa tanaman kopi Arabika menghendaki suhu harian antara 15-240 C dan dengan suhu di atas 250 C kegiatan fotosintesis tumbuhan akan menurun dan akan berpengaruh langsung pada hasil. Tanaman Robusta menghendaki suhu sekitar 24-300 C
Untuk budidaya kopi dianjurkan memilih kawasan yang tanahnya subur dengan sifat antara tanah berpasir dan tanah lempung, tanah dengan cukup humus dan cukup dalam sekurangnya 30 cm dengan tata udara dan drainase yang cukup baik. Derajat keasaman tanah yang dikehendaki sekitar 5,5-6,5 pH. Untuk hasil yang baik diperlukan tanah yang kaya zat hara, terutama unsure N, Potasium, Asam Phospor dan kapur. Diperlukan pemupukan dengan kompos untuk menjaga tanah tetap gembur juga pemberian seresah untuk mengurangi penguapan air tanah.
Ada bermacam-macam jenis tanaman kopi namun dalam garis besarnya ada 3 golongan yakni :
golongan Arabika
golongan Liberika
golongan Robusta
Yang paling dulu diusahakan di Indonesia adalah golongan Liberica, yang terakhir adalah golongan Robusta. Sampai sekarang ini yang banyak diusahakan adalah golongan Robusta dengan segala barter.
Golongan a dan b dewasa ini hampir tidak ada, golongan a hanya hidup dengan baik kalau ditanam di atas 1000-1700 dari permukaan laut. Sedangkan golongan Liberika tidak disukai perusahaan karena perbandingan buah basah dan kering sangat rendah yaitu 10 : 1.
Sekarang ini yang paling banyak disukai adalah golongan Robusta, tetapi berhubung sudah tercampur dengan berbagai jenis maka Robusta yang asli juga hampir lenyap. Hybride yang terkenal adalah Bp 39, SA 13, Bp 42, SA 34, SA 56.
Persyaratan lahan tanaman kopi
Persyaratan | Arabika | Robusta |
Iklim
curah hujan
suhu
ketinggian
Tanah
keasaman (pH)
kesuburan
sifat fisik
|
Minimal 1.300 mm/th dan tanamannya toleransi terha-dap curah hujan
15-240C
500-1800 m dpl
5,2-6,2
Baik
Kapasitas penambahan air tinggi, pengaturan baik, kedalaman tanah cukup |
Minimal 1.250 mm/th dan optimum 1.550-2.000 mm/th
24-300C
0-400 m dpl
> 4,5
Baik
Kapasitas penambahan air tinggi, pengaturan baik, kedalaman tanah cukup |
A. KOPI ARABIKA
Pemuliaan untuk meningkatkan produktivitas kopi arabika ditekankan untuk mendapatkan varietas toleran penyakit karat daun berperawakan katai. Dengan perawakan katai pe-ningkatan produktivitas dicapai melalui peningkatan populasi tanaman per satuan lahan. Hasil seleksi terhadap beberapa nomor introduksi kopi arabika berperawakan katai dari CIFC, Portugal melahirkan BP 453 A dan BP 454 A yang akhirnya pada tahun 1993 dilepas sebagai varietas Kartika 1 dan Kartika 2. Keduanya selain memiliki sifat daya hasil tinggi (2.000-3.000 kg kopi pasar per hektar), toleran serangan penyakit karat daun serta mempunyai mutu biji baik, sehingga dapat dianjurkan ditanam pada lahan ketinggian menengah.
Selain itu untuk mengatasi masalah lahan marginal, pada tahun 1995 telah dilepas varietas S 795. Selain produktivitasnya cukup baik (1.500-2.000 kg kopi pasar per hektar), varietas ini juga toleran penyakit karat daun, sehingga dapat ditanam mulai 700 m dpl Pada saat yang sama juga dilepas varietas Abesinia 3 dan USDA 762. Meskipun daya hasilnya lebih rendah karena kurang tahan penyakit karat daun, tetapi dua varietas tersebut merupakan pilihan bagi pekebun yang memiliki lahan di atas 1.000 m dpl, tanahnya subur dengan tipe iklim basah serta memiliki tenaga kerja terbatas
Bahan tanaman klonal kopi harus berasal dari kebun entres resmi, yang dapat berupa entres maupun setek berakar. Untuk penanaman baru sebaiknya tidak menggunakan teknik penyambungan dengan batang bawah melainkan dengan setek berakar, kecuali untuk daerah-daerah bermasalah, misalnya pada daerah endemik nematoda. Hal ini mengingat penggunaan batang bawah mempunyai resiko terjadi kekeliruan klon, yaitu apabila yang tumbuh bukan klon atasnya.
Kebutuhan bahan tanaman berupa setek berakar, jumlah setek yang perlu disiapkan untuk setiap hektar perlu ditambah 20% dari jumlah populasi tanaman yang direncanakan. Populasi tanaman per hektar ditentukan oleh jarak tanam yang dipilih
B. KOPI ROBUSTA
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas kopi robusta Indonesia adalah masih belum digunakannya bahan tanam unggul sesuai kondisi lingkungan setempat. Kebiasaan menggunakan bahan tanam (benih) dari pohon yang berbuah lebat atau bahkan dari benih sapuan masih banyak dijumpai. Hal ini menyebabkan produktivitas rata-rata per tahun rendah sebagai akibat tanaman mengalami pembuahan lebat dua tahun sekali (Biennial bearing).
Salah satu upaya untuk meningkatkan produktivitas kopi robusta adalah dengan perbaikan bahan tanam. Penggantian bahan tanam anjuran dapat dilakukan secara bertahap, baik dengan metoda sambungan di lapangan pada tanaman kopi yang telah ada maupun penanaman baru dengan bahan tanaman asal stek. Adapun klon-klon kopi robusta yang dianjurkan adalah BP42, BP234, BP288, BP358, BP409 dan SA237, sedangkan enam klon lain yang baru saja dilepas adalah BP346, BP534, BP920, BP936, BP939 dan SA203. Mengingat kopi robusta bersifat menyerbuk silang, maka penanamannya harus poliklonal, 3– 4 klon untuk setiap satuan hamparan kebun. Demikian pula sifat kopi robusta yang sering menunjukkan reaksi berbeda apabila ditanam pada kondisi lingkungan berbeda, maka komposisi klon kopi robusta untuk suatu kondisi lingkungan tertentu harus berdasarkan pada stabilitas daya hasil, kompatibilitas (keserempakan saat berbunga) antar klon untuk kondisi lingkungan tertentu, serta keseragaman ukuran biji.
C. Pemilihan komposisi klon berdasarkan kondisi lingkungan.
Untuk menyusun komposisi klon kopi robusta yang sesuai untuk setiap kondisi lingkungan diperlukan data tipe iklim (menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson), serta tinggi tempat daerah penanaman. Ketinggian optimal yang dianjurkan untuk penanaman kopi robusta apabila dikaitkan dengan cita rasa adalah 500 – 700 m dpl. Komposisi yang dianjurkan untuk ketinggian tempat di atas atau dibawah 400 m dpl. Dengan tipe iklim A/B serta C/D.
Pemilihan komposisi klon berdasar kondisi lingkungan (tinggi tempat dan tipe iklim)
Tipe iklim | Tinggi tempat |
> 400 m dpl | < 400 m dpl |
A atau B | BP 42, BP 358, BP 234, SA 237 | BP 42, BP 234, BP 400 |
C atau D | BP 42, BP 358, BP 234, BP 400 | BP 42, BP 234, BP 288, BP 409 |
menurut klasifikasi Schmidt & Ferguson
Sifat – sifat penting dalam klon – klon Robusta
Klon | Sifat Agronomi |
perawakan | percabangan | daun | buah | biji | bunga |
BP 42 | Sedang | Ruas pendek | Membulat besar | Besar | Kecil medium | Agak lambat |
BP 234 | Ramping | Ruas panjang | Bulat memanjang | Kecil | Kecil medium | Cepat |
BP 288 | Sedang | Ruas panjang | Agak membulat | Kecil | Medium besar | Lambat |
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius (AAK). 1994. Bercocok Tanam Kopi. Kanisius. Yogyakarta
Anonim. 2006 225. Klon-Klon Unggul Kopi Robusta. http://digilib.litbang.deptan.go.id /go.php?id=jkpkbppk-gdl-grey-1996-marice-927-biological. Didownload tanggal 1 Agustus 2007
Anonim.. 2007. 225. Varietas Unggul Kopi Arabika
http://www.bahanpang.sumutprov. go.id/ardet.php?idx_hotnews=36. Didownload tanggal 1 Agustus 2007.
Soetedjo, R. 1989. Ilmu Bercocok Tanam Tanaman Keras (Kopi). PT. Soeroengan. Jakarta
BAB IV. BIOLOGI TANAMAN KOPI
Sistimatika tanaman kopi
Kingdom | : Plantae |
Divisio | : Magnoliophyta |
Kelas | : Magnoliopsida |
Ordo | : Gentianales |
Familia | : Rubiaceae |
Genus | : Coffea |
Spesies | : Coffea arabica Coffea canephora
Coffea liberica
Coffea congensis
Coffea excelsa
Coffea gallienii
Coffea bonnieri
Coffea mogeneti
Coffea benghalensis |
Tanaman kopi merupakan salah satu genus dari famili Rubiaceae. Genus kopi ini memiliki sekitar 100 spesies, namun dari spesies tersebut, jenis kopi yang masuk ke Indonesia adalah kopi Robusta, kopi Arabika dan kopi Liberika.
Tanaman kopi termasuk famili Rubiaceae, genus Coffea yang terdiri atas 4 seksi yang meliputi 66 species. Di antara species tersebut yang penting adalah Coffea arabica, C. canephora dan C. liberica..
C. arabica : termasuk species yang relatif stabil, karena hingga sekarang baru dikenal 40 mutant. Beberapa varietas penting dari C. arabica antara lain adalah :
var. typica : Sebagian besar tanaman kopi arabika di Indonesia adalah dari var. typica, juga di Amerika Selatan dan Hawaii.
var. bourbon : banyak ditanam di Brasilia, El Salvador dan lainnya.
var. caturra : varietas ini adalah suatu "single gene mutant" dari var. bourbon. Banyak ditanam di Brasilia, Angola dan Hawaii.
var. abyssinica : banyak ditanam di Indonesia dan Afrika.
Dari varietas-varietas tersebut dikenal beberapa kultivar antara lain yaitu :
(1). Blawan Pasumah (var. typica) : Indonesia.
(2). Yellow Bourbon (var. bourbon) : Brasilia.
(3). Mundo Novo (var. bourbon x typica) : Brasilia.
(4). Yellow and Red Caturra (var. caturra) : Brasilia, Angola dan Hawaii.
Coffea canephora. : banyak ditanam di Afrika dan Asia termasuk di Indonesia. Dikenal tiga varietas penting yaitu :
var. robusta
var. kouilou
var. ugandae
Dari golongan Robustoida ini yang banyak ditanam di Indonesia adalah var. robusta.
Coffea liberica : dari golongan Liberoida ini sudah tidak banyak sisa-sisanya di Indonesia
Dalam perkembangan budidaya kopi di Indonesia, dari ketiga species tersebut telah terjadi beberapa hibrida, yaitu antara lain adalah :
(1). Hibrida Kawisari ( C. liberica x C. arabica)
(2). Hibrida Kalimas ( C. liberica x C. arabica).
Hibrida QP ( C. liberica x C. canephora ), berasal dari perkebunan Petung Ombo (PO), Malang Selatan.
Initial QP diperoleh dengan menggeser initial P dan O masing-masing satu huruf ke
belakang secara alfabetis :
P Q
O P
Hibrida Conuga ( C. congensis x C. canephora var. ugandae ) yaitu dari C. arabica x C.robusta.
Hibrida JH ( C. arabica x C. canephora ) : JH = Java Hibrida.
Dari hibrida-hibrida tersebut yang banyak ditanam di Indonesia adalah Conuga.
B. JENIS-JENIS KOPI
Tanaman kopi yang sering dibudidayakan dan diperdagangkan adalah jenis kopi arabika, robusta dan liberika.
Kopi Arabika (Coffea arabica)
: sifat-sifat penting adalah,
Optimasi suhu : 16-20 oC; ketinggian : 700-1.700 m dpl.
Menghendaki 3 bulan kering /thn berturut-turut dengan hujan kiriman.
Peka terhadap penyakit Hemileia vastatrix, bila ditanam di dataran rendah ( <500 m dpl).
Rata2 produksi sedang (4,5 - 5 ku kopi beras/ha/th) dengan kualitas dan harga lebih tinggi dari pada kopi lain. Potensi produksi : 15-20 ku/ha/th, rendemen ±18%.
Berbuah sekali dalam setahun.
Varietasnya a.l. : Abesinia; Pasumah; Marago type; Congensis.
Kopi Robusta :
Tahan terhadap penyakit Hemileia vastatrix .
Optimasi suhu: 21-24oC; elevasi : 400-700 m dpl (toleran <400 m).
Menghendaki 3-4 bulan kering berturut-turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman
Produksi lebih tinggi dari pada Arabika/Liberika, yakni: ± 9-13 ku/ha/th, bila dikelola intensif dapat mencapai 20 ku/ha/th.
Kualitas buah lebih rendah dari pada Arabika, lebih tinggi dari Liberika.
Rendemen ± 22%
Varietasnya a.l. : Canephora (BP39; 42; SA34), Uganda (Ugn1;2), Quillou
Kopi Liberika :
Ukuran pohon lebih besar dari arabika dan robusta
Cabang primer tahan lebih lama, pada satu buku dapat keluar bunga lebih sekali
Agak peka terhadap penyakit Hemileia vastatrix .
Produksi sedang (4 - 5 ku/ha/th), rendemen = 12%, Kualitas rendah.
Berbuah sepanjang tahun dan Ukuran buah tidak seragam/merata
Tumbuh baik di dataran rendah.
Golongan Hibrida
Kopi hibrida merupakan keturunan pertama hasil perkawinan antara 2 species atau varietas kopi, sehingga mewarisi sifat-sifat unggul kedua induknya. Namun demikian keturunan dari golongan hibrida tersebut sudah tidak mempunyai sifat yang sama dengan induk hibridanya. Oleh karenanya pembiakannya hanya dengan cara vegetatif (stetk, sambung). Persilangan antara Arabika dan Liberika contohnya adalah : Kawisari B, Kawisari D. Sedangkan antara Arabika dan Robusta contohnya adalah : Conuga.
C. Botani tanaman kopi
1. Bagian akar : Sistem perakaran pada tanaman kopi adalah berupa akar tunggang, lurus ke bawah, pendek dan kuat. Panjang akar tunggang kurang lebih 45-50 cm, pada atas akar tunggang terdapat 4-8 akar samping yang menurun ke bawah sepanjang 2-3 m. Selain itu banyak pula akar cabang samping yang panjang 1-2 m horisontal sedalam 30 cm dan bercabang rata. Namun akar tunggang ini hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang berasal dari bibit semaian dan bibit okulasi dengan batang bawah berasal dari semaian sedangkan untuk tanaman kopi yang bibitnya berasal dari stek, cangkokan atau okulasi dengan batang bawah tidak berasal dari semaian maka bibit tersebut tidak memiliki akar tunggang.
perakaran tanaman kopi relatif dangkal, karena lebih 90% berat akarnya terdapat pada lapisan tanah sedalam 0-30 cm, seperti tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel : Distribusi akar kopi arabika dalam berbagai lapisan tanah
Lapisan tanah (cm) | Berat akar /pohon (g) | % thd berat total |
0 - 30 | 195,86 | 94,13 |
30 - 60 | 10,54 | 5,07 |
60 - 90 | 1,45 | 0,69 |
90 - 120 | 0,11 | 0,05 |
Jumlah | 207,96 | 100,00 |
Oleh karena itu tanaman kopi peka terhadap kandungan bahan organik, perlakuan tanah dan persaingan dengan rumput (gulma). Akar kopi menghendaki banyak oksigen, sehingga struktur fisik tanah yang baik sangat diperlukan.
Antara berat akar (root) dan bagian tanaman di atas tanah (shoot) terdapat korelasi positif. Semakin baik pertumbuhan akar, semakin baik pula pertumbuhan tanaman di atas tanah. Sebaliknya, bila akar tanaman kopi terhambat pertumbuhannya (kurang oksigen atau air) maka pertumbuhan tanaman nampak kerdil.
Batang dan Cabang
Tanaman kopi menampakkan pertumbuhan yang tegak, bercabang dan bila dibiarkan tumbuh terus dapat mencapai ketinggian sampai 12 m. Tanaman kopi mempunyai percabangan yang agak berlainan dengan tanaman lainnya, karena kopi memperlihatkan dimorfisma dalam pertumbuhan vegetatifnya, yakni :
pertumbuhan ortotropik (tegak) : pada batang dan tunas air (wiwilan), bagian tanaman ini dapat menghasilkan pertumbuhan tegak dan ke samping.
pertumbuhan plagiotropik (ke samping) : pada cabang-cabang, bagian tanaman ini hanya menghasilkan pertumbuhan yang plagiotropik saja.
Sistem percabangan pada tanaman kopi dikenal adanya cabang-cabang :
Cabang reproduksi : yaitu cabang yang tumbuhnya tegak dan lurus. Pada waktu masih muda disebut wiwilan. Cabang ini berasal dari tunas reproduksi yang terdapat di setiap ketiak daun pada batang utama atau cabang primer. Setiap ketiak daun dapat mempunyai 4 - 5 tunas reproduksi. Cabang ini mempunyai sifat seperti batang utama, sehingga bila batang utama mati atau tidak tumbuh sempurna, maka fungsinya dapat digantikan oleh cabang ini.
Cabang primer : adalah cabang yang tumbuh pada batang utama atau cabang reproduksi dan berasal dari tunas primer. Pada setiap ketiak daun hanya mempunyai satu tunas primer, sehingga apabila cabang ini mati di tempat itu sudah tidak dapat tumbuh cabang primer lagi. Cabang primer ini mempunyai ciri-ciri : 1). Arah pertumbuhannya mendatar, 2). Lemah, 3) berfungsi sebagai penghasil bunga yang muncul dari setiap ketiak daunnya. Setiap ketiak daun pada cabnag primer mempunyai tunas reproduksi dan tunas sekunder, yang dapat tumbuh menjadi cabang reproduksi dan cabang sekunder. Tetapi biasanya tidak berkembang menjadi cabang, melainkan tumbuh dan berkembang menjadi bunga.
Cabang sekunder : adalah cabang yang tumbuh pada cabang primer dan berasal dari tunas sekunder. Cabang ini mempunyai sifat seperti cabang primer sehingga dapat menghasilkan bunga.
Cabang kipas : adalah cabang reproduksi yang tumbuh kuat pada cabang primer karena pohon sudah tua, dimana biasanya hanya tinggal mempunyai sedikit cabang primer yang terletak di ujung batang karena sebagian besar sudah mati dan luruh. Cabang ini mempunyai pertumbuhan yang cepat sehingga mata reproduksinya tumbuh pesat menjadi cabang-cabang reproduksi, yang sifatnya seperti batang utama.
Cabang pecut : adalah cabang kipas yang tidak mampu membentuk cabang primer meskipun tumbuhnya cukup kuat.
Cabang balik : adalah cabang reproduksi yang tumbuh pada cabang primer, berkembang tidak normal dan mempunyai arah pertumbuhan menuju ke dalam mahkota tajuk (berlawanan dengan pertumbuhan normal).
Cabang air : adalah cabang reproduksi yang tumbuhnya pesat, ruas-ruas daunnya relatif panjang dan lunak atau banyak mengandung air.
D a u n
Daun kopi berbentuk bulat telur, ujungnya agak meruncing sampai bulat. Daun tersebut tumbuh pada batang, cabang dan ranting-ranting yang tersusun berdampingan. Menurut AAk (2002) kedudukan daun pada batang atau cabang berbeda-beda tergantung bagaimana pertumbuhannya. Pada batang atau cabang-cabang yang tumbuhnya tegak lurus, kedudukan daun berselang-seling pada tiap ruas. Sedangkan daun yang tumbuh pada batang dan cabang yang mendatar, kedudukan daun tersebut terletak pada bidang yang sama.
Warna daun pada tanaman kopi pun berbeda-beda sesuai dengan umur tanaman tersebut., warna daun dewasa adalah hijau tua sedangkan daun yang masih muda berwarna perunggu.
Jumlah stomata berbeda menurut jenis kopi, seperti tertera pada tabel di bawah ini :
Tabel : Jumlah stomata pada daun berdasarkan jenis kopi
Jenis Kopi | Jumlah stomata per mm2 |
Arabika | 148 - 185 |
Liberika | 216 - 326 |
Robusta | 302 - 388 |
Jumlah stomata per satuan luas daun dipengaruhi juga oleh intensitas cahaya, makin besar intensitasnya makin banyak jumlah stomatanya.
Daun kopi menjadi lebih lebar, tipis dan lembek apabila intensitas cahaya terlalu sedikit. Maka perilaku (performance) daun dapat juga dipakai untuk indikasi pengaturan tanaman naungan pada kopi.
Bunga dan Buah
Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur 2 tahun. Mula-mula bunga ini muncul dari ketiak daun yang terletak pada batang utama atau cabang reproduksi, tetapi bunga-bunga tersebut biasanya tidak berkembang menjadi buah, jumlahnya terbatas dan hanya dihasilkan oleh tanaman yang masih muda.
Bunga kopi terbentuk pada ketiak-ketiak daun dari cabang, pada tiap ketiak terdapat 4 - 5 tandan, yang masing-masing terdiri atas 3 - 5 bunga. Jadi pada tiap ketiak dapat terbentuk 12 -25 bunga, atau 24 - 50 bunga setiap dompolan (sepasang ketiak daun). Pada kopi Arabika jumlah tandan pada umumnya lebih sedikit, sehingga dompolannya lebih kecil dari kopi Robusta.
Pada kondisi yang optimal jumlah bunga dapat mencapai lebih dari 6000 - 8000 per pohon, tetapi bunga yang dapat menjadi buah hingga masak hanya berkisar 30 - 50% saja.
Tabel : perbandingan sifat bunga kopi berdasarkan jenisnya
Jenis kopi | jumlah petal
(daun mahkota) | Tangkai putik di-banding benangsari | Sifat penyerbukan | Bunga s/d buah masak |
Arabika | 5 | lebih pendek | self pollinator | 9 - 10 bln |
Robusta | 3 - 8 | lebih panjang | cross pollinator | 10 - 11 bln |
Liberika | 6 - 8 | lebih panjang | cross pollinator | 11 - 12 bln |
Jumlah kuncup bunga pada setiap ketiak daun terbatas, dan setiap ketiak daun yang sudah menghasilkan bunga pada suatu periode tidak akan menghasilkan bunga lagi. Namun demikian cabang primer dapat tumbuh terus memanjang membentuk daun baru, batangpun dapat terus menghasilkan cabang primer sehingga bunga dapat terus dihasilkan oleh tanaman kopi.
Menurut cara penyerbukannya kopi dibedakan menjadi 2 jenis, yakni kopi self steril dan self fertil.
Kopi self steril adalah jenis kopi yang tidak akan menghasilkan buah bila bunganya mengadakan penyerbukan sendiri (tepung sari berasal dari jenis kopi yang sama). Kopi self steril akan dapat menghasilkan buah apabila bunganya menyerbuk silang (tepung sari berasal dari kopi jenis lain). Oleh karena itu dalam penanamannya harus bersamaan dengan jenis lain agar terjadi penyerbukan silang (poliklonal).
Kopi self fertil adalah kopi yang mampu menghasilkan buah bila mengadakan penyerbukan sendiri sehingga tidak harus ditanam bersamaan dengan jenis kopi lainnya.
Buah tanaman kopi terdapat pada cabang primer atau cabang sekunder. Buah kopi yang masih muda berwarna hijau, setelah tua berwarna kuning dan saat masak berwarna merah. Ukuran buah kira-kira 1 cm dan bertangkai pendek.
Buah kopi terdiri dari kulit dan biji. Kulit buah terdiri atas 3 bagian yaitu :
Lapisan kulit luar (eksokarp), lapisan ini akan berwarna merah bila sudah tua
Lapisan daging buah (mesokarp), Lapisan daging buah ini mengandung serabut
yang bila sudah masak berlendir dan rasanya manis
Lapisan kulit tanduk yang tipis tetapi keras (endokarp), lapisan ini merupakan
lapisan pembatas antara kulit dan biji yang keadaannya agak keras
Biji tanaman kopi terdiri dari dua bagian yaitu :
Kulit ari merupakan selaput tipis yang membalut biji
Putih lembaga (endosperm)
Putih lembaga ini merupakan bagian yang bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat minuman kopi
Pertumbuhan bakal buah adakalanya mengalami kelainan, sehingga berubah menjadi
kopi lanang (pea berry) : hanya satu bakal buah yang berkembang
kopi gabuk (empty bean) : bakal buah yang tidak berkembang
kopi gajah (elephant bean) : terdapat lebih dari 2 biji, karena adanya poliembrioni (dalam kulit tanduk terdapat lebih dari satu endosperma; yang normal hanya ada satu endosperma).
Pada kopi Arabika banyak dijumpai poliembrioni dan polispermi, yaitu suatu abnormalitas dimana dalam satu buah terdapat lebih dari 2 endosperm (Berbiji banyak).
Poliembrioni : yaitu dalam satu biji terdapat lebih dari satu endosperm ( 2 atau 3 ). Masing-masing endosperm tidak mempunyai endocarp (kulit tanduk) sendiri, tetapi hanya terdapat satu endocarp.
Polispermi : adalah dalam buah terdapat lebih dari 2 endosperm (bisa 4 - 6), dan masing-masing endosperm mempunyai endocarp sendiri-sendiri.
Poliembrioni lebi banyak terjadi dibandingkan polispermi, dan lebih banyak dijumpai pada kopi Arabika dibandingkan kopi lain. Biji ini tidak dikehendaki karena menurunkan mutu hasil kopi yang diperoleh.
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius. 1998. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta
Sri Najiyati dan Danarti. 1990. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Panebar Swadaya, Jakarta.
Yahmadi, M. 1972. Budidaya dan Pengolahan Kopi. Balai Penelitian Budidaya
Jember, Jawa Timur.
BAB V. SYARAT TUMBUH TANAMAN KOPI
Secara ekonomis pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah. Setelah persyaratan tersebut dapat dipenuhi beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah pemeliharaan, seperti : pemupukan, pemangkasan, pohon peneduh (naungan) serta pemberantasan hama dan penyakit. Setiap jenis kopi yang berbeda memiliki syarat tumbuh yang berbeda pula. Syarat tumbuh yang utama dalam penanaman kopi adalah iklim dan tanah.
Iklim
Faktor iklim memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kopi. Faktor iklim mencakup :
Daerah penyebaran, tinggi tempat, suhu
Kopi adalah jenis tanaman tropis dan subtropis yang membentang di sekitar equator dan dapat hidup pada dataran rendah sampai dataran tinggi. Penyebaran kopi ini sangat tergantung dari masing-masing jenis kopi.
Kopi Arabika
Kopi arabika tumbuh baik pada dataran tinggi antara 1250-1850 m dpl dengan suhu 17-21o C. Tanaman ini banyak terdapat di Ethiopia pada garis lintang belahan utara 6 - 9o sampai daerah subtropis 24o pada garis lintang belahan Selatan, misalnya di Panama sebelah Utara dan Brasilia. Jenis ini juga dapat ditanam di dataran yang lebih rendah maupun lebih tinggi, akan tetapi produktivitasnya akan berkurang. Penanaman kopi di dataran rendah (< 1000 m dpl) akan sangat rentan terhadap penyakit Karat Daun Kopi (Hemileia vastatrix) dan pada dataran yang lebih tinggi (>1850 m dpl) udara akan terlalu dingin sehingga akan tumbuh vegetatif saja. Di Indonesia tanaman kopi akan tahan terhadap Hemileia vastatrix bila ditanam pada ketinggian 1000-1750 m dpl dan suhu sekitar 16-20o C.
Kopi Robusta
Kopi robusta tidak memerlukan tempat khusus untuk dapat tumbuh dan lebih mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Jenis ini aslinya tumbuh di hutan belantara dengan keadaan tanaman yang sangat padat dan dapat hidup sampai ketinggian 1500 m dpl. Di indonesia (di Jawa) jenis ini tumbuh optimal pada ketinggian 300-700 m dpl, sedangkan di tanah asalnya sampai ketinggian 1200 m dpl. Temperatur yang dikehendaki untuk jenis ini adalah 21-24o C. Adanya musim kering dengan temperatur yang tinggi sangat diperlukan untuk persiapan pembungaan dan pembentukan buah, tetapi untuk mekarnya bunga menghendaki curah hujan secukupnya.
Kopi Liberika
Kopi leberika menghendaki syarat tumbuh yang lebih ringan dibanding dengan kedua jenis di atas. Tanaman ini lebih mudah menyesuaikan diri, dapat tumbuh di dataran rendah, di tempat yang lebih miskin dan iklim yang panas. Letak ketinggian dari permukaan laut menentukan besar kecilnya hujan dan kekuatan pancaran sinar matahari. Semakin tinggi letaknya akan semakin banyak hujan, tetapi jumlah pancaran sinar matahari semakin berkurang. Kesemuanya akan berpengaruh terhadap perkembangan bunga dan pembentukan buah.
Curah hujan dalam satu tahun
Pengaruh curah hujan pada tanaman kopi yang paling penting adalah pemerataan atau pembagian curah hujan dalam masa satu tahun. Batas minimal dalam satu tahun sekitar 1000-2000 mm, sedangkan yang optimal sekitar 1750-2500 mm. Di Indonesia curah hujan mencapai 2500-3500 mm. Curah hujan yang melampaui batas ini akan menimbulkan masalah bila letak daerah ini semakin tinggi mengingat musim keringnya sangat pendek. Musim kering yang agak panjang sangat diperlukan untuk memperoleh produksi yang tinggi. Kopi robusta menghendaki musim kemarau yang berlangsung 3-4 bulan, akan tetapi pada waktu itu sering terdapat hujan yang cukup (minimal 80 mm tiap bulan) dengan frekuensi 2 atau 3 kali.
Tanaman kopi memerlukan musim kering maksimal 1,5 bulan sebelum masa berbunga lebat dan setelah berbunga lebat masa kering maksimal adalah 2 minggu. Sehubungan dengan keadaan hujan musim kemarau, maka daerah-daerah membedakan antara "daerah basah" dan "daerah kering". Di daerah kering, pertengahan musim hujan berakhir pada bulan Maret biasanya bulan April curah hujan sudah mulai berkurang dan pada bulan Juni-Agustus adalah kemarau sangat kering. Curah hujan mulai meningkat lagi pada bulan November (permulaan musim hujan mendatang). Di daerah basah, curah hujan dan jumlah hujan lebih tinggi dari daerah kering.
Angin
Tanaman kopi tidak tahan terhadap angin yang terlalu kencang, terutama pada saat musim kemarau. Angin akan mempertinggi penguapan air pada permukaan tanah. Selain itu angin juga dapat mematahkan dan merebahkan pohon pelindung yang tinggi sehingga dapat merusakkan tanaman di bawahnya. Untuk mengurangi goncangan angin di tepi-tepi perkebunan dapat ditanami pohon penahan angin.
Pengaruh iklim terhadap produksi tanaman
Iklim sangat berpengaruh terhadap produktivitas tanaman kopi. Pengaruh iklim mulai nampak sejak cabang-cabang primer akan berbunga. Hal ini akan terus terasa pada saat bunga membuka sampai dengan berlangsungnya penyerbukan, pertumbuhan buah muda sampai menjadi tua dan masak.
Menjelang musim kemarau pada umumnya cuaca mulai terang, udara tidak berawan. Karena hujan sudah mulai berkurang, berarti penyinaran matahari akan semakin banyak dan suhu akan meningkat. Cabang-cabang primer (plagiotrop) yang sudah dewasa mulai mempersiapkan pertumbuhan bunga. Banyak atau lamanya penyinaran merupakan stimulan bagi besar kecilnya persiapan pembungaan. Oleh karena itu semakin banyak penyinaran, maka persiapan pembentukan bunga pun akan semakin cepat. Sebaliknya bila penyinaran berkurang, persiapan pembentukan bunga menjadi lambat dan jumlah bunga juga rendah.
TANAH
Perakaran kopi relatif dangkal, sehingga peka terhadap keadaan lapisan-lapisan tanah paling atas. Kopi memerlukan struktur tanah yang baik, dengan kadar bahan organik paling sedikit 3%. Apabila tata udara dan tata air tanah kurang baik, perakaran kopi akan menderita, sehingga tanaman menjadi kerdil dan kekuningan.
Derajat keasaman tanah (pH) iyang baik bagi kopi kira-kira adalah 5,5 - 6,5, tetapi faktor-faktor lain juga memegang peranan penting. Kesuburan kimia juga penting, tetapi relatif lebih mudah diatasi.
a. Sifat fisis tanah: yang meliputi tekstur, struktur, air dan udara di dalam tanah. Tanah yang digunakan untuk menanam kopi berbeda-bedas esuai dengan dari asal tanaman kopi tersebut. Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus dan permeable (tekstur tanah harus baik). Tanah yang struktur/teksturnya baik adalah tanah yang berasal dari abu gunung berapi atau cukup mengandung pasir. Tanah ini menyebabkan pergiliran udara dan air dalam tanah berjalan dengan lancar. Tanah untuk menanam kopi tidak menghendaki air tanah yang dangkal dan kedalaman air tanah sekurang-kurangnya adalah 3m dari permukaan. Hal ini dikarenakan air tanah yang dangkal dapat menyebabkan terjadinya pembusukan akar. Tanah yang memiliki drainase kurang baik dan liat berat kurang cocok untuk menanam kopi, karena akar tanaman kopi mempunyai kebutuhan oksigen yang tinggi sehingga selain akan sulit ditembus oleh akar, peredaran air dan udara juga menjadi terganggu (tidak lancar).
Tanah pasir berat juga kurang baik untuk menanam kopi. Tanah ini memiliki kelembapan yang rendah dan kurang dapat mengikat air. Selain itu, tanah pasir berat juga kurang mengandung N yang sangat dibutuhkan tanaman kopi terutama untuk pertumbuhan vegetatif.
b. Sifat kimia tanah
Tanaman kopi memerlukan tanah yang dalam, gembur dan banayk mengandung humus. Hal ini sangat berkaitan dengan sifat kimia tanah. Tanah yang subur berarti mengandung banyak zat makanan yang dibutuhkan oleh tanaman untuk pertumbuhan dan berproduksi.
Tanaman kopi menghendaki reaksi tanah yang agak asam dengan pH 5,5-6,5. Tetapi hasil yang baik sering diperoleh pada tanah yang lebih asam, dengan catatan keadaan fisiknya baik, dengan daun-daun cukup ion Ca ++ untuk fisiolologi zat makanan dengan jumlah makanan tanaman yang cukup. Pada tanah yang bereaksi asam dapat dinetralkan dengan pengapuran (penambahan kapur tohor) atau yang lebih tepat diberikan untuk pupuk, misalnya dengan pemberian serbuk tulang / Ca- (PO2) + Calsium metaphosphat / Ca (PO2).
Pada umumnya tanah yang lebih asam memiliki kandungan mineral yang lebih rendah. Walaupun syarat-syarat yang berhubungan dengan tanah itu dapat dipenuhi dengan baik, tetapi juga perlu memperhatikan faktor lain terutama iklim.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1989. Budidaya Tanaman Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Anonim. 2007. Kopi Gunung. Di download dari http://www.iptek-net.id/ind/teknologi_pangan/index.php?mnu=2 pada tanggal 3 Desember 2007
BAB. VI. PEMBIBITAN TANAMAN KOPI
Bibit tanaman merupakan salah satu aspek yang sangat penting dalam budidaya tanaman kopi, karena untuk memperoleh tanaman kopi yang produksinya tinggi diperlukan bibit yang kualitasnya baik dan memiliki sifat unggul. Sehingga bibit yang baik merupakan syarat yang penting dalam pengembangan kopi dan tidak dibenarkan sekedar menanam bibit tanaman yang tersedia di kebun, apalagi dari tanaman setempat.
Bibit yang akan digunakan bisa diperoleh dari dua cara, yaitu pembiakan secara generatif dan pembiakan secara vegetatif. Dalam dua jenis pembiakan tersebut diperlukan syarat dan teknik masing-masing.
Pembiakan dari biji hasilnya kurang memuaskan untuk kopi Robusta, karena benih mengalami segregasi genotipe, sedangkan untuk kopi Arabika tidak begitu terpengaruh. Untuk mengatasi segregasi genotype, bisa digunakan benih propelegitim, yaitu benih dari kebun biklonal (terdiri 2 klon), sehingga pohon jantan dan betina dikenali dan dipilih dari klon-klon yang unggul. Sedangkan benih illegitim adalah benih yang berasal dari pertanaman poliklonal (terdiri atas lebih dari 2 klon), sehingga benih tersebut hanya dikenal pohon betinanya saja.
Dalam pembiakan generatif yang terpenting adalah biji kopi yang digunakan. Biji kopi bisa diperoleh dari kebun sendiri atau dari Balai Penelitian yang ada di Indonesia.
Cara memperoleh biji yang benar:
Biji dari buah yang sudah masak betul
Memilih buah yang baik, tidak cacat, dan besarnya normal.
Buah yang telah dipilih kemudian:
Dilepaskan kulitnya dengan tangan atau dinjak-injak dengan kaki, tetapi tetap dijaga agar kulit tanduk tidak lepas
Lendir yang ada dibersihkan dengan dicuci/digosok dengan abu dapur
Setelah bersih bji diangin-anginkan selama ± 2 hari supaya kering
Biji yang sudah kering dipilih yang baik (yang hampa dan jelek dibuang)
Biji yang telah kering bisa langsung disemaikan atau disimpan terlebih dahulu sampai musim persemaian (jangan disimpan lebih dari 3 bulan).
Teknik Penyemaian Benih secara Generatif
Media penyemaian:
Bila lahan telah dipakai untuk menanam kopi, ± 10 hari sebelum penyemaian, tanah disemprot dengan nematisida Vapam/ Nemacur G dengan dosis sesuai dengan petunjuk pada label.
Bila lahan merupakan lahan yang baru dibuka. Tanah persemaian dicangkul sedalam 30 cm/lebih dan dibersihkan. Tanah diberi pupuk organik, yang berupa pupuk kompos, pupuk kandang/pupuk hijau.
Membuat bedengan-bedengan dengan ukuran panjang 10 m atau minimal 5 m dan lebar 1,20 m. Jarak antar bedengan 50 cm, sedangkan bedengan dibuat membujur ke arah utara-selatan.
Penanaman pohon pelindung dilakukan 1 tahun sebelum penyemaian dan tingginya antara 2,5-3 m atau ± 2 kali tinggi pohon kopi.
Perkecambahan:
Membentuk bedengan-bedengan dengan ukuran lebar 1,20 m dengan panjang 2,40 m. Bedengan dilapisi pasir setebal 5-10 cm dan diatas bedengan tersebut diberi atap.
Cara perkecambahan
Biji dibenamkan secara berderet dalam satu baris pada lapisan pasir menghadap ke bawah dan bagian atas kelihatan rata dengan lapisan pasir. Jarak antara baris adalah 5 cm dan jarak antar biji adalah 2,5 cm.
Setiap 1 m2 memuat 2.000-3.000 biji. Biji yang ditaburkan bisa dengan kulit tanduk atau tanpa kulit tanduk.
Selesai pembenaman, biji-biji tersebut diberi pasir lagi, tipis-tipis. Di atas bedengan yang tertutup pasir ditutup dengan ilalang atau jerami yang dipotong-potong antara 0,5-1 cm dan disiram 2-3 kali sehari untuk menjaga kelembaban.
Perkecambahan di daerah panas berlangsung selama 3-4 minggu, sedangkan di daerah dingin berlangsung selama 6-8 minggu.
Dederan bibit (pemindahan dari perkecambahan)
Tanah yang akan digunakan dicangkul , lalu diberi pupuk organik, kemudian bedengan dengan ukuran lebar 1,2 m dan panjang 5 m. Jarak bedengan satu dengan bedengan lainnya 50 cm dan membujur dari utara-selatan. Tidak lupa dibuatkan naungan dari jerami atau ilalang.
Bila tempat telah siap, kecambah bisa dipindahkan dengan jarak 15 cm x 30 cm atau 20 cm x 40 cm. Pemeliharaan persemaian yang perlu dilakukan adalah penyiraman, penyiangan, dan pemupukan.
Persyaratan bibit hasil pembiakan generatif yang baik antara lain:
Tumbuhnya normal dan ukurannya seragam.
Tidak terserang hama/penyakit, batang dan daunnya bersih dan segar.
Mempunyai akar tunggang yang lurus.
Bibit yang akan ditanam harus berasal dari klon/varietas unggul.
Pembiakan vegetatif pada tanaman kopi yang biasa dilakukan adalah menyambung dan menyetek.
Bahan yang diperlukan dalam menyambung, yaitu:
Batang bawah (onderstaam): Dipilih yang sudah teruji keunggulannya, terutama tahan terhadap penyakit akar. Misalnya dari golongan Robusta yaitu Klon SA 109.
Batang atas (entres). Entres dapat diperoleh dari:
Kebun sendiri: dipilih pohon yang pertumbuhannya baik, sehat, produksinya tinggi. Bahan yang diambil adalah tunas air yang sehat, diameter ± 0,75 cm atau sebesar pensil, tidak keras/lentur. Umur tunas ± 3 bulan dan sudah mengeluarkan cabang primer dan tidak boleh disimpan lebih dari 3 hari.
Dari Balai Penelitian: entres diperbanyak di kebun tua yang berasal dari zaailing (biji) dengan cara penyambungan.
Cara menyambung ada 2 teknik yaitu :
Sambungan celah (Splent Enten/Cleft Grafting)
Batang bawah dipotong mendatar 15-30 cm di atas permukaan tanah.
Dibelah membentuk huruf V ± 3-4 cm dari ujung.
Entres dipotong 1 ruas yang ada bukunya, di atas buku potong ± 2 cm.
Di bawah buku dipotong ± 7 cm dan diruncingkan.
Entres dimasukkan dalam celah dan dibalut dengan tali (plastik es lilin). Ikatan ini harus rekat agar bagian sambungan tidak terkena air yang akan menyebabkan pembusukan .
Diolesi parafin dan ditutup dengan tabung keras/kantong plastik.
Tutup dipertahankan selama 3-4 minggu, bila sudah tumbuh tunas baru pada batang atas, tutup dilepas.
Cara yang sering dipakai untuk melakukan penyambungan adalah cara sambungan celah.. Bibit sambungan yang baik memiliki ciri yaitu:
Mempunyai sifat sama dengan induk.
Bibit sambungan merupakan gabungan 2 jenis kopi yang bersifat unggul.
Tanaman kopi tahan serangan penyakit dan produksinya tinggi
Tanaman tidak mudah roboh karena perakaran lebih kuat
2. Menyetek
Waktu menyetek sebaiknya pada akhir musim penghujan, yaitu pada akhir bulan April-Mei, atau sampai bulan Juni. Bahan setek dapat dibeli dari para penangkar benih/bibit, kebun entres/kebun produksi. Bahan setek berupa ujung wiwilan/cabang air yang sehat dan tumbuh subur, serta berasal dari varietas/klon unggul yang dianjurkan. Bahan entres yang dipakai adalah ruas kedua sampai keempat dari ujung batang yang masih pipih. Mata sirung (knop) sedapat mungkin dihilangkan.
Cara menyetek :
Panjang setek ± 10 cm, dipotong miring (menyamping), sehingga bagian ujungnya menjadi runcing.
Pertumbuhan akar adventif pada setek kopi dapat dirangsang dengan merendam bahan setek dalam hormon Rooton F.
Ujung setek sebelah atas diberi lilin/parafin untuk mengurangi penguapan dan mencegah serangan penyakit.
Setek ditancapkan miring pada bedengan sedalam ± 7,5 cm dengan kemiringan 10° - 20°. Jarak tanam setek 15 x 15 cm.
Bibit setek memiliki kelebihan yaitu lebih cepat berbuah dan sifatnya sama dengan induknya. Namun tanaman hasil setek memiliki kekurangan yaitu mudah roboh karena perakarannya berupa akar adventif.
Teknik pembibitan kopi yang paling baik dan sering dilakukan adalah dengan cara menyambung. Sebenarnya masih ada cara lain yang dapat digunakan untuk pembiakan yaitu kultur jaringan, namun cara ini jarang dilakukan karena pertimbangan waktu dan dibutuhkan kecermatan dalam pelaksanaannya.
Kopi Robusta adalah penyerbuk-silang, oleh karena itu pertanaman sambungan atau stek tidak boleh hanya terdiri dari 1 jenis klon. Paling sedikit harus terdiri atas 3 - 5 klon.
Tetapi jumlah klon juga tidak boleh terlalu banyak, karena semakin banyak jenis klon, semakin besar kemungkinan bahwa kopi yang dihasilkan juga semakin kurang seragam.
Klon-klon tersebut harus ditanam baris demi baris, dan tidak boleh ditanam dalam kompleks-kompleks luas yang terpisah. Apabila ditanam dalam kompleks-kompleks, maka penyerbukan-bersilang menjadi terhalang, sehingga pembuahan menjadi kurang (self steril).
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1994. Bercocok Tanam Kopi. Penerbit Kanisius. Yogyakarta
Rans. 2007. Kopi (Coffee) http://warintek.progressio.or.id Diakses Tanggal 26 Juli 2007
Sri Najiyati dan Danarti. 1990. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Panebar Swadaya, Jakarta.
Yahmadi, M. 1972. Budidaya dan Pengolahan Kopi. Balai Penelitian Budidaya
Jember, Jawa Timur.
BAB. VII. TANAMAN NAUNGAN KOPI
Latar Belakang
Pada tanaman kopi, kondisi lingkungan yang paling berpengaruh terhadap perubahan morfologis, pertumbuhan, dan daya hasil adalah tinggi tempat penanaman, curah hujan, penyinaran, angin, dan tanah. Ketinggian tempat ini tidak berpengaruh langsung terhadap tanaman kopi, tetapi berpengaruh terhadap tinggi rendahnya suhu. Faktor suhu inilah yang berpengaruh langsung pada pertumbuhan tanaman kopi terutama terhadap pertumbuhan bunga dan buah. Tanaman kopi tidak menyukai sinar matahari langsung dalam jumlah yang banyak tetapi menghendaki sinar matahari yang teratur. Tanaman kopi termasuk dalam tanaman buah tropis dan sangat responsif terhadap cahaya matahari. Oleh sebab itu peranan tanaman penaung sangat berarti untuk tanaman kopi. Kebutuhan pohon pelindung sendiri tergantung pada berbagai faktor seperti keadaan, iklim, pemupukan, jenis dan sistem pemeliharaanya.
Tanaman kopi dapat ditanam dengan atau tanpa naungan.
Kebutuhan naungan tergantung pada kondisi tanaman kopi : makin baik kondisi tanaman kopi, makin sedikit dibutuhkan naungan.
Apabila tanaman kopi dipupuk kondisinya akan lebih baik, maka naungan perlu dikurangi, karena kondisi terlalu gelap/rimbun, respon tanaman kopi terhadap pemupukan sangat kurang. Pada saat ini naungan cenderung dikurangi, tetapi diimbangi dengan "mulching".
Apabila kondisi tanaman kopi buruk, diperlukan banyak naungan, karena bila kurang tanaman kopi sangat peka terhadap kondisi pertumbuhan ekstrim dan mudah mengalami pembuahan terlalu lebat (over bearing).
Tanpa Tanaman Naungan
Bila ditanam tanpa pohon naungan/pelindung di tanah yang subur, pada permulaannya memperlihatkan pertumbuhan yang baik dan berbuah lebih cepat. Selama 5 sampai 8 tahun, perkebunan mampu memberikan hasil yang baik. Tetapi setelah itu pada tahun berikutnya produksinya menurun terus menerus dan tumbuhnya pohon akan menjadi merana.
Kecepatan menurunnya hasil dan pertumbuhan yang merana itu disebabkan karena penyinaran matahari yang tidak teratur sehingga pertumbuhan generatifpun juga tidak teratur, demikian pula pembungaan dan berbunganya. Selain intensitas penyinaran yang tidak teratur sehingga lapisan humusnya kurang, juga disebabkan oleh teriknya sinar matahari secara langsung serta hujan terus menerus yang akhirnya menyebabkan tanah mudah terjadi erosi pada lapisan atas.
Menggunakan Tanaman Naungan
Kebutuhan tanaman naungan/pelindung tergantung pada kondisi tanaman kopi. Semakin baik kondisi tanaman kopi, makin sedikit dibutuhkan naungan. Apabila kondisi tanaman kopi buruk, maka diperlukan banyak naungan karena tanaman kopi sangat peka terhadap kondisi pertumbuhan ekstrim dan mudah mengalami pembuahan terlalu cepat (over bearing). Dengan adanya tanaman pelindung maka cahaya yang diterima tanaman kopi bukan cahaya langsung sehingga mampu mencegah biennial bearing untuk mengurangi presentase pembungaan yang terlalu tinggi. Pembungaan yang terlalu terlalu banyak akan merangsang fruit set sehingga terjadi over produksi dan pada tahun berikutnya produksinya akan menurun. Akan tetapi tanaman naungan tidak boleh terlalu rimbun karena jika kondisinya terlalu gelap akan menyebabkan respon tanaman kopi terhadap pemupukan sangat kurang dan cahaya matahari sulit diterima kopi. Saat tanaman naungan dikurangi jumlahnya, maka harus diimbangi dengan penggunaan mulching yang
berasal dari seresah sisi-sisa rerumputan. Selain itu, mulching mempunyai beberapa kemanfaatan, antara lain:
Mencegah erosi dan mengawetkan tanah
Dapat mengurangi pemeliharaan rutin.
Dapat merangsang akar disekitarnya dan meningkatkan penyerapan.
Dapat menurunkan temperatur tanah serta memperbaiki fisik tanah dan keadaan kimia tanah.
Menambah humus dengan adanya guguran daun.
Menambah unsur N terutama dari tanaman Leguminoseae.
Keuntungan dan Kerugian Penggunaan Tanaman Naungan
Lebih lanjut pengaruh tanaman naungan terhadap tanamanan pokok adalah sebagai berikut:
Tanaman naungan dapat mencegah erosi dan mengurangi hilangnya zat hara yang disebabkan oleh air hujan.
Menambah bahan organis yang berguna untuk memperbaiki fisik dan struktur tanah.
Tanaman naungan yang berakar dapat memberikan persediaan zat-zat makanan pada permukaan tanah yang berasal dari daun-daun yang gugur.
Menambah kadar N tanah terutama tanaman naungan yang berasal dari leguminoseae.
Mengurangi biaya pemeliharaan karena dapat menahan tumbuhnya rumput-rumput liar (gulma).
Mengurangi penyinaran matahari secara langsung untuk menjaga humus.
Mencegah embun upas (frost) pada dataran tinggi yang menyebabkan kerusakan tanaman karena pembekuan atau suhu dingin.
Kayunya dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar.
Selain berbagai keuntungan yang diperoleh dengan penanaman pohon pelindung, ternyata tanaman naungan memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
Terjadi persaingan antara tanaman naungan dengan tanaman pokok dalam memperoleh air dan hara sehingga akan menyebabkan menurunnya produksi kopi.
Mengurangi rangsangan pembungaan karena cahaya matahari yang diterima tanaman pokok berkurang terutama jika tanaman naungannya terlalu rimbun.
Memerlukan pemeliharaan dan pengaturan agar intensitas cahaya matahari yang diperoleh seimbang.
Dapat menjadi inang hama dan penyakit karena kelembabannya tinggi.
Jenis Tanaman Naungan
Tanaman naungan yang digunakan adalah tanaman yang tipe daunnya kêré dari Legume bukan dari beringin karena terlalu rimbun yang akan berpegaruh pada penerimaan cahaya matahari. Daun pada jenis Legume (tipe kêré) mampu membiaskan cahaya. Tinggi tanaman naungan hendaknya 2 kali tinggi tanaman pokok. Pohon-pohon pelindung yang dipergunakan di perkebunan-perkebunan ialah:
Dadap (Eurythrina lithosperma atau E. Subumbrans)
Pohon ini merupakan tanaman yang pertama digunakan di perkebunan. Hampir semua perkebunan menggunakan pohon dadap sebagai pelindung karena tumbuhnya cepat, bentuk dari naungannya merata, daunnya banyak dan mudah ditanam dengan setek. Tetapi setelah pohon itu besar, ternyata kurang tahan terhadap hama dan penyakit, terutama mudah diserang penggerek batang dan kurang baiknya lagi adalah sebagian besar daunnya sering berguguran pada musim kemarau sedangkan pada saat itu naungan sangat dibutuhkan.
Sengon laut (Albizzia falcata)
Pohon sengon ini harus ditanam 2-4 tahun sebelum penanaman pohon kopi karena tanaman ini baru rimbun setelah beberapa tahun lamanya. Dapat ditanam satu tahun sebelumnya tetapi harus ada pohon-pohon pembantu yang berupa semak-semak, misalnya Flemingia, Thephrozia, Crotalaria, dsb. Dewasa ini naungan dari sengon hanpir tidak ada karena mudah diserang penggerek batang dan mudah patah ketika ada angin kencang.
Lamtoro (Leucena glauca)
Sekarang ini hampir semua perkebunan kopi menggunakan pohon pelindung dengan tanaman lamtoro terutama jenis yang buahnya sedikit yaitu Leucena pulvarulenta. Pohon ini hampir tidak ada bijinya dan daunnya tidak disukai ternak, tahan terhadap guncangan angin dan sangat baik untuk bahan bakar. Untuk pengaturan naungannya hanya cukup dengan pemangkasan. Proses pelapukannya lebih cepat sehingga dapat menambah bahan organik bagi tanaman pokok.
Saat ini perkebunan kopi lebih banyak menggunakan lamtoro sedangkan sengon hanya digunakan pada tempat dengan ketinggian diatas 1000 meter dibawah permukaan laut. Lamtoro yang digunakan adalah lamtoro tidak berbiji yang berasal dari pembiakan vegetatif. Jika digunakan yang berbiji akan mengganggu tanaman pokok karena biji yang tersebar akan mengering kemudian merekah dan akhirnya tumbuh menjadi tanaman baru.
Syarat tanaman naungan:
Berakar dalam.
Mudah diatur secara periodik agar tidak menghambat pembungaan.
Tidak menjadi inang penyakit.
Termasuk jenis leguminoseae.
Menghasilkan banyak bahan organik.
Menghasilkan kayu bakar yang baik.
Perbandingan tanaman pokok dengan tanaman naungan adalah 1: 4, satu tanaman naungan untuk 4 pohon tanaman kopi. Tanaman naungan di dataran tinggi tidak sebanyak pada dataran rendah. Pada dataran tinggi tanaman naungan tidak digunakan sebagai pembias cahaya tetapi untuk barrier atau pematah angin untuk menghindari adanya frost.
Tanaman naungan dibagi menjadi dua, yaitu penaung sementara dan penaung tetap. Penaung sementara ditanam pada awal musim hujan. Pada saat penanaman kopi dilaksanakan, sekuarng-kurangnya tanaman naungan sementara sudah mencapai ketinggian 1,6-2,0 m. Pada naungan tetap diperlukan pemangkasan yaitu pemangkasan untuk pembentukan tajuk dan pemangkasan pemeliharaan. Pemangkasan dalam bentuk tajuk dimaksudkan untuk mendapatkan ketinggian naungan dan bentuk tajuk yang ideal. Sedangkan pemangkasan pemeliharaan dimaksudkan untuk memperoleh intensitas penyinaran yang ideal bagi tanaman kopi.
Jenis tanaman naungan :
Tanaman naungan sementara* | Tanaman naungan tetap** |
Leucaena glauca | Leucaena glauca =(Lamtoro) |
Flemingia congesta | Erythrina subumbrans = (Dadap) |
Crotalaria anagyroides | Albizzia falcata = (Sengon) |
Desmodium gyroides | Albizzia sumatrana |
Tephrosia candida | |
* : memberi naungan tanaman kopi sebelum naungan tetap berfungsi (masih kecil)
** : naungan pada tanaman kopi dewasa
Yang banyak digunakan sebagai naungan adalah Lamtoro, sedangkan sengon hanya digunakan pada tempat dengan ketinggian > 1000 m dpl. Lamtoro yg digunakan adalah yang tidak berbiji (ditempel/okulasi) misalnya dari klon : L2, L19, L21.
Sistem Tanaman Naungan
Sistem tanam naungan yang sering digunakan ada 2 jenis, yaitu:
sistem persegi panjang
sistem barrier (pematah angin)
DAFTAR PUSTAKA
Aksi Agraris Kanisius. 1998. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius. Yogyakarta
Sri Najiyati dan Danarti. 1990. Kopi, Budidaya dan Penanganan Lepas Panen.
Panebar Swadaya, Jakarta.
Yahmadi, M. 1972. Budidaya dan Pengolahan Kopi. Balai Penelitian Budidaya
Jember, Jawa Timur.
BAB. VII. PEMANGKASAN TANAMAN KOPI
Tujuan : untuk mengatur pertumbuhan Vegetatif tanaman kopi ke arah pertumbuhan generatif yg lebih produktif.
Dengan demikian pemangkasan tanaman kopi diarahkan untuk :
Memperoleh cabang2 buah yg baru secara kontinyu dan optimal
Mempermudah masuknya cahaya kedalam tubuh tanaman kopi merangsang pemben- tukan bunga
Memperlancar peredaran udara penyerbukan bunga
Membuang cabang2 tua atau yg sakit.
Sistem Pemangkasan dikenal ada dua :
Sistem Pemangkasan berbatang tunggal (biasa dilakukan pada perkebunan Besar): diarahkan pd pengaturan peremajaan cabang (kalau dibiarkan akan berbentuk payung). Sistem ini sesuai bagi jenis kopi yg banyak membentuk cabang sekunder (k. Arabika).
Sistem Pemangkasan berbatang ganda (biasa dilakukan pada perkebunan Rakyat) : lebih diarahkan pada peremajaan batang. Sesuai untuk daerah dataran Rendah dengan tanaman yang cepat regenerasinya (kopi Robusta).
Pada kedua sistem tsb dpt dibedakan 3 macam pemangkasan :
P. bentuk : bertujuan membntk kerangka tnm yg kuat dan seimbang.
P. produksi (P. pemeliharaan) : mempertahankan keseimbangan kerangka tnm yg sdh terbentuk
P. rejuvenasi (P. peremajaan) : mempermuda batang.
Pemangkasan batang tunggal.
Pemenggalan | Tanpa bayonet | Dgn 1 bayonet | Dgn 2 bayonet |
I
II
III | 180 cm
-
- | 120 cm
180 cm
- | 100 cm
140 cm
180 cm |
Pertumbuhan | K u a t | Agak lemah | Lemah |
Pemangkasan pada tanaman kopi bertujuan untuk mengatur pertumbuhan vegetatif ke arah pertumbuhan generatif yang lebih produktif. Adapun arah dari pemangkasan kopi adalah :
Memperoleh cabang buah yang baru secara kontinyu dalam jumlah optimal.
Mempermudah masuknya cahaya, merangsang pembentukan bunga.
Memperlancar sirkulasi udara untuk proses penyerbukan.
Membuang cabang tua yang tidak produktif dan cabang yang terserang hama.
Macam-macam pemangkasan
Kriteria pamgkasan bentuk adalah :
tinggi pangkasan 1,5-1,8 m
cabang primer teratas harus dipotong tinggi 1 ruas
pemangkasan dilakukan di akhir musim hujan
Pemangkasan tergantung pada jenis, kesuburan tanah. Tanaman yang pertumbuhannya baik, pangkasan pertama dilakukan setelah tinggi tanaman mencapai 140 cm, dipenggal 30 cm Dario pucuk. Tanaman yang kurang subur dipotong 50 cm dari pucuk sehingga tingginya tinggal 1 – 0,8 m.
Selama 3 – 4 tahun dilakukan wiwilan. Apabila tubuh tanaman dianggap sudah kuat, tunas paling atas dipelihara samapai ketinggian 180 cm, kemudian dipotong kurang lebih 30 – 50 cm. Tujuan pemotongan ini adalah memperkuat tubuh tanaman (menjaga keseimbanagan).
Pemenggalan diatur menurut subur tidaknya pertumbuhan. Dengan demikian dapat dibedakan antara :
pemenggalan tanpa bayonet
pemenggalan dengan bayonet, tunas-tunas hasil pemenggalan yang dipelihara ini disebut bentuk bayonet.
Sistem Pemangkasan :
a. Sistem pemangkasan tunggal
banyak diterapkan pada perkebunan besar
pemangkasan ini bertujuan agar tanaman bisa dibentuk serta pertumbuhan cabang kesamping cepat memanjang dan kuat.
b. Sistem pemangkasan ganda
diterapkan para petani di perkebunan rakyat
bertujuan membentuk satu tunggal penyangga, guna menumbuhkan beberapa batang
Metode Pemangkasan Ganda
metode Toraja (mencondongkan batang pokok)
metode Kandelaber (menunggul batang pokok)
Pangkasan Pemeliharaan
Pangkasan ini meliputi :
Wiwilan (membuang tunas-tunas muda)
Wiwilan biasa
dilakukan pada tanaman yang berasal dari stamp dan sambungan
dilakukan 3-4 kali tiap tahun, lebih-lebih pada keadaan yang subur
Wiwilan halus
membuang daun dan ranting kering dan tidak produktif
dilakukan sekali dalam satu tahun, sehabis pemungutan buah, agar pertumbuhan berikutnya lebih produktif.
Pemangkasan berat
Pada tanaman di daerah subur, pertumbuhannya akan lebih cepat membentuk mahkota pohon yang rimbun, sehingga keadaan menjadi gelap dan lembab yang dapat menurunkan produksi. Pemangkasan berat dilakukan dengan membuang semua cabang sekunder dengan jarak ± 15-20 cm dari cabang primer.
Pemangkasan B-F (Beaumont - Fukunaga)
Sistem B-F ini disebut "sistem pangkas berbatang ganda dengan masa pemotongan 4 tahun" setiap batang pada setiap pohon (rumpun) di potong setelah tahun panen ketiga atau tepatnya setelah berumur 4 tahun.
Ada beberapa rumus yang digunakan dalam pemangkasan ini, misalnya 1 – 3 – 2 – 4 , yang berarti bahwa luas lahan pertanaman dibagi dalam lajur-lajur yang sejajar. Setiap lajur terdiri dari 4 larik tanaman kopi.
Dalam satuan barisan (4 baris ) selalu terdapat paling sedikit 2 baris yang berbuah. Dan tiap-tiap barisan akan memperoleh kesempatan berbuah 2 kali sebelum dipangkas. Pemangkasan B – F cocok diterapkan pada jenis kopi Robusta yang memiliki daya regenerasi tinggi.
Pemangkasan yang ditujukan untuk pemberantasan hama dan penyakit
Pemangkasan untuk pemberantasan hama penyakit dilakukan sampai batas yang sehat sebelum penyakit itu menjalar. Semua bekas pangkasanyang terkena penyakit atau hama harus dikumpulkan di suatu tempat kemudian dibakar.
Peremajaan dengan penyambungan selektif (seleksi)
Tidak semua pohon di kebun diremajakan, tetapi hanya dipilih pohon yang hasilnya kurang baik / jenisnya tidak baik atau pohon yang rusak.
Seleksi dapat dilaksanakan dengan 2 cara :
Peremajaan secara menyeluruh (radikal)
semua pohon yang ada dipotong setinggi 30 cm dari leher akar
tunas yang tumbuh dibiarkan saja, kemudian dipilih tunas-tunas yang baik
satu atau dua tunas yang paling bawah disambung
bahan sambungan adalah tunas air (top-enten)
dilakukan pada permulaan musim penghujan sekaligus diadakan penyulaman.
Alat Pemangkas
Alat pemangkas yang digunakan disesuaikan dengan diameter batang yang akan dipangkas. Misalnya untuk pemangkasan rejuvenisasi yang dilakukan pada pohon tua alat yang digunakan adalah gergaji, karena diameter batang yang sudah nesar. Namun pada wiwilan tidak memerlukan alat, hanya menggunakan tangan manusia untuk membuang tunas-tunas kopi. Apabila wiwilan menggunakan alat dikhawatirkan terdapat tunas yang tersisa sehingga tunas tersebut dapat tumbuh kembali. Pada prinsipnya pemangkasan dilakukan sebaik mungkin agar batang tidak terbelah atau kulitnya terluka.
Pemangkasan Pohon Pelindung / Penutup
Pemangkasan pohon pelindung pokok
Menurut tujuan, pemangkasan tersebut dapat dibedakan menjadi dua :
Pemangkasan bentuk
Dilakukan jika tunas dari okulasi sudah mencapai ketinggian
1,5 - 2m , maka cabang-cabang di bawah mulai dirampas sehingga membentuk payung. Cabang dipotong pada batas 1 meter dari okulasi.
Pemangkasan untuk mengatur cahaya
Pemangkasan dilakukan pada awal atau akhir musim penghujan.
Pangkasan tanaman penutup tanah
Dilakukan 2 – 4 kali dalam setahun atau pada saat pemungutan hasil sudah dekat dilakukan babat bersih agar tidak mengganggu pemungutan kopi yang jatuh.
DAFTAR PUSTAKA
AAK.1990. Budidaya Tanaman Kopi.Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Anonim.2007.Pemangkasan Kopi.http: // elarning-unej.ac.id.diakses tanggal 27 Juli 2007.
Siswoputranto,P.S.1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
BAB. VIII. PANEN DAN PENGOLAHAN HASIL KOPI
Nama kopi sebagai bahan minuman sudah tidak asing lagi. Aromanya yang harum, rasanya yang khas nikmat, serta khasiatnya yang dapat memberikan rangsangan penyegaran badan membuat kopi cukup akrab di lidah dan digemari.
Rendahnya mutu produksi kopi terutama disebabkan oleh pengelolaan kebun, panen dan penanganan pasca panen yang kurang memadai karena hampir seluruhnya kopi diproduksi oleh perkebunan rakyat (Anonim, 2005).
Budidaya kopi sebenarnya sudah dilakukan oleh petani sejak jaman penjajahan, tetapi pengelolaannya masih tetap tradisional. Kesalahan yang paling fatal yang umum dilakukan petani adalah pada fase pemetikan dan penanganan pasca panen, sehingga menghasilkan kopi mutu rendah.
Di hampir semua sentra produksi kopi, petani memetik buah kopi sebelum usia panen (petik hijau) dengan berbagai alasan seperti desakan kebutuhan hidup dan rawan pencurian. Kemudian saat penanganan pasca panen, penjemuran kopi umumnya dilakukan ditepi jalan atau tempat-tempat yang sanitasinya tidak memadai, sehingga terkontaminasi berbagai kotoran. Disamping itu, penjemuran yang dilakukan tidak dapat mencapai kadar air maksimum yang diizinkan yaitu 12,5%, sehingga biji kopi sering berjamur.
Penanganan pasca panen tersebut sulit diperbaiki karena tidak ada insentif harga, kopi bermutu baik dihargai hampir sama dengan kopi bermutu rendah. Petani merasa lebih untung menghasilkan kopi dengan mutu seadanya tanpa harus mengorbankan waktu dan biaya untuk memperbaiki mutu kopi yang mereka hasilkan. Jadi selama ada pasar yang dapat menyerap produksi mutu rendah, maka sulit diharapkan petani memperbaiki mutu kopinya.
Dalam rangka perbaikan mutu kopi itulah maka perlunya penanganan pasca panen kopi dengan menggunakan teknologi disertai alat dan mesin yang tepat mulai dari sortasi dan grading, pengupasan kulit, pengeringan, serta penggorengan sampai dengan menjadi kopi bubuk. Sehingga dengan digunakannya alat dan mesin pengolahan yang tepat diharapkan diperoleh kualitas kopi yang baik, dengan demikian mempunyai nilai tambah yang memadai.
Pemungutan Hasil
Musim berbunga tanaman kopi dapat terjadi sampai beberapa kali, yaitu 3-4 kali selama setahun, tetapi ada pula yang berbunga sepanjang tahun. Hal ini sangat tergantung dari jenisnya. Dengan demikian, panenpun tidak dapat dijalankan hanya sekali saja.
Kopi yang dipanen adalah kopi yang sudah masak dan berwarna merah tua. Pemungutan dilakukan satu demi satu (tidak dompolan) karena buah kopi tidak masak secara bersamaan.
Pemungutan buah kopi tidak dapat dijalankan sekaligus, tetapi ada beberapa tingkat. Dalam garis besarnya terbagi dalam tiga tingkatan, antara lain :
Tingkat permulaan (voor-oogst), dikatakan juga lelesan, karena pada tingkatan ini buah yang dipungut belum begitu banyak, terutama diambil buah kopi yang kering. Kopi yang dihasilkan pada tingkat ini sekitar 20%.
Tingkat pertengahan (hoofd-oogst), atau panenan secara besar-besaran, yang dipungut hanya yang masak/tua. Tingkat pertama agak sedikit, kemudian semakin banyak, dan akhirnya berkurang. Hasil yang paling banyak terdapat pada tingkat pertengahan yaitu sekitar 40-70%. Tenggang waktu antara pemetikan permulaan dan pemetikan pertengahan yaitu sekitar 1 bulan.
Tingkat terakhir (na-oogst), juga disebut racutan (gorek). Pada tingkatan ini buah kopi di pohon tinggal sedikit. Semua buah yang ada diambil, baik yang sudah tua maupun yang masih muda. Kopi yang dihasilkan pada tingkat ini sekitar 10%.
Pengolahan Hasil
Pengolahan Kering (Oost Indische Bereiding)
Pengolahan kopi kering biasanya dilakukan oleh petani yang memiliki kebun yang relatif kecil (perkebunan rakyat). Caranya yaitu hasil pungutan dijemur di bawah sinar matahari selama 10-14 hari. Dalam penjemuran harus dilakukan pembalikan supaya pengeringan merata. Jika telah kering, kopi dapat disimpan sebagai kopi gelondong. Bila akan dijual, kulit tanduk dan kulit arinya harus dihilangkan.
Pengolahan Basah (West Indisce Bereiding)
Pengolahan kopi basah pada umumnya dilakukan oleh perkebunan besar, sedangkan yang dilakukan oleh petani sangat sedikit. Cara pengolahan yang dilakukan oleh petani yaitu kopi yang telah masak dimemarkan dengan cara ditumbuk. Sebelum ditumbuk, kopi dibasahi terlebih dahulu untuk memudahkan pememaran. Setelah dimemarkan, daging buah akan lepas dan kemudian biji-biji itu direndam dalam bak selama 3-6 hari dan setiap hari air rendaman diganti dengan air yang bersih dan rendaman sering diaduk. Sesudah itu, biji yang masih berkulit tanduk itu dicuci bersih, lalu dijemur sampai kering. Setelah kering, ditumbuk lagi agar kulit tanduknya lepas, kemudian ditampi hingga diperoleh biji kopi murni (tanpa campuran kulit tanduk).
Pengolahan yang dilakukan oleh perkebunan besar biasanya dilakukan dengan mesin. Tahap-tahapnya yaitu :
Penerimaan pabrik
Pada tahap ini, kopi dimasukkan ke bak penerimaan dan diisi air. Kemudian diaduk agar kopi yang hampa atau hijau mengapung dan diambil untuk diproses tersendiri.
Pelepasan daging buah
Dari bak, kopi tersebut masuk ke mesin pulper melalui saluran yang membawa kopi. Buah kopi yang telah terlepas dari kulitnya tetapi masih berlendir dan berkulit tanduk, masuk ke bak fermentasi (pemeraman) melalui saluran dengan aliran air.
Pemeraman
Pemeraman dapat dilakukan dengan dua cara., yaitu proses basah dan proses kering. Pada proses basah, biji direndam dengan air selama 10 jam sehingga lapisan lendir sebagian terurai dan lepas dari kulit tanduk. Pemeraman berlangsung 3-4 hari dan sedapat mungkin pemeraman tidak terlalu lama karena akan mengakibatkan biji kopi berbau busuk. Air dalam pemeraman harus selalu diganti sambil membuang endapan lendir yang lepas dari biji-biji itu.
Pelepasan kulit selain menggunakan pulper yang digerakkan mesin, juga dapat menggunakan alat yang digerakkan tenaga manusia. Setelah biji-biji lepas dari kulitnya, kemudian ditumpuk membentuk gundukan. Proses demikian disebut pemeraman kering.
Pencucian
Bila pemeraman telah selesai, biji-biji dipindah ke dalam bak pencucian. Hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan lendir yang masih melekat. Dalam bak pencucian, biji diremas-remas dengan tangan atau diinjak-injak dengan kaki hingga bersih. Biji yang sudah bersih adalah biji yang apabila dipijat tidak terasa licin.
Pengeringan
Biji yang telah dicuci masih mengandung ± 55% air. Dengan pengeringan, kandungan air dapat dikurangi sehingga kadar airnya menjadi 6-8%. Pengeringan dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu dengan panas matahari, dengan bahan bakar dan dengan mesin pengering.
Pelepasan kulit tanduk
Pelepasan kulit tanduk pada perusahaan dilakukan dengan menggunakan huller. Pada huller ini, biji-biji kopi yang berkulit tanduk dilepaskan dari kulit tanduknya sehingga biji dan kulit tanduk dapat dipisahkan.
Penyortiran
Penyortiran bertujuan untuk mengelompokkan kopi berdasarkan ukuran, warna, tingkat rusak/hancurnya biji, serta biji yang terkena bubuk dan kotor. Sortasi bisa dilakukan dengan mesin sorterder dan ada pula yang langsung dikerjakan oleh manusia.
Penyortiran disesuaikan dengan kebutuhan perdagangan. Sebagai bahan ekspor dikenal :
Contract-koffie atau kopi yang tidak disortasi. Pada sortasi ini dikatakan secara khusus, bahwa bagian-bagian yang pecah atau remuk, yang hitam, tidak boleh melebihi 0,5%, sedangkan yang diserang bubuk hanya 5%. Pada sortasi ini tidak dibedakan besar kecilnya butiran.
Gesorteerde koffie atau sortiran atau juga dikenal dengan jenis faq (fair average quality of the season), yaitu jenis sortasi di mana bagian yang remuk/pecah dan hitam tidak melebihi 0,5%, sedangkan yang terkena bubuk buah maksimal 2%.
Telquel adalah jenis yang utuh di mana diadakan pemisahan antara yang utuh dan yang mengalami serangan berat dan yang pecah, yang kena bubuk, kopi gelondong dan berkulit tanduk, serta tidak berbau busuk.
Piksel adalah semua bagian yang telah dipisahkan dari jenis yang baik. Kopi pada sortasi ini biasanya dijual lokal.
Kulit-kulit kopi dan kopi pecah yang lain biasanya dipakai untuk campuran bubukan kopi.
Menurut Herman dan Susila, hampir 70% produksi kopi Indonesia dipasarkan ke berbagai negara dan hanya sekitar 30% yang digunakan untuk konsumsi domestik. Kondisi ini menggambarkan bahwa kopi Indonesia sangat tergantung pada pasar ekspor. Akhir-akhir ini muncul permasalahan karena lebih dari 65% ekspor kopi Indonesia adalah Grade IV ke atas dan tergolong kopi mutu rendah yang terkena larangan ekspor.
Rata-rata Ekspor Kopi Berdasarkan Mutu 1997/98-2000/01
Mutu | Robusta | Arabika | Total |
Volume (ton) | Persentase (%) | Volume (ton) | Persentase (%) | Volume (ton) | Persentase (%) |
Grade I | 8.053 | 2,87 | 25.117 | 71,26 | 33.170 | 10,51 |
Grade II | 6.830 | 2,44 | 3.119 | 8,85 | 9.949 | 3,15 |
Grade III | 59.687 | 21,29 | 5.582 | 15,84 | 65.269 | 20,68 |
Grade IV | 154.569 | 55,12 | 780 | 2,21 | 155.349 | 49,22 |
Grade V | 15.912 | 5,67 | 331 | 0,94 | 16.243 | 5,14 |
Grade VI | 35.354 | 12,61 | 318 | 0,90 | 35.672 | 11,30 |
Jumlah | 280.405 | 100,00 | 35.247 | 100,00 | 315.652 | 100,00 |
Sumber : Kopi Indonesia, Edisi 112/Th X/Januari-Februari 2003.
Dengan dua tugas utama dalam perbaikan mutu kopi, maka dapat dikemukakan beberapa butir kegiatan yang seyogyanya dilakukan oleh semua pihak yang terkait dengan masa depan perkopian nasional Indonesia antara lain:
Peningkatan lobi; Pemerintah dan Asosiasi Komoditi melakukan lobi kepada semua pihak yang terkait dengan upaya peningkatan mutu, baik antar negara (produsen dan konsumen) maupun pelaku bisnis (pedagang, eksportir dan prosesor). Yang menjadi isu utama dalam lobi adalah tahapan/jangka waktu perbaikan mutu dan pemberian harga yang berbeda nyata antar mutu produk yang dihasilkan.
Perluasan Demplot; Pemerintah dan Asosiasi Komoditi diharapkan dapat memberikan bantuan peralatan/demplot/tenaga pembina untuk melakukan perbaikan mutu kopi khususnya di sentra-sentra produksi kopi. Dalam melakukan pembinaan petani, penerapan kaidah-kaidah good agriculture process dan good manufacturing process menjadi prioritas.
Standardisasi; Pemerintah dan Asosiasi Komoditi diharapkan dapat memprakarsai harmonisasi standar mutu kopi Indonesia dengan standar mutu kopi dunia.
Peningkatan Promosi; Pemerintah dan Asosiasi Komoditi diharapkan terus melanjutkan upaya promosi untuk meningkatkan konsumsi dalam negeri, karena konsumsi kopi nasional tergolong sangat rendah.
Program Kerja; Kelompok/Panitia Pengarah Nasional yang telah terbentuk seyogyanya mulai melakukan penyusunan program kerja yang dapat mensinergikan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh Asosiasi Komoditi, Tim Pembina Perkopian Daerah, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, serta ICO.
DAFTAR PUSTAKA
AAK. 1990. Budidaya Tanaman Kopi. Kanisius. Yogyakarta.
Anonim. 2005. Penanganan Pasca Panen Kopi. http://www.deptan.go.id. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2007.
Herman dan Susila
W. R. 2005. Perbaikan Mutu Kopi Tidak Bisa Ditunda.
http://www.ipard.com. Diakses pada tanggal 1 Agustus 2007.
IX. PROSPEK TEH DI INDONESIA
Tanaman teh (Camellia sinensis L) mempunyai prospek cukup cerah bagi Indonesia, ditinjau dari berbagai aspek :
Aspek Ekonomi
Di Indonesia produk tanaman teh yang dikenal adalah :
Teh hitan terutama untuk ekspor keberbagai Negara Eropa, Timur Tengah, Jepang dan lain-lain merupakan devisa Negara.
Teh hijau sebagai bahan pembuatan teh wangi, sebagai minuman utama sebagian besar penduduk. Kemajuan dibidang industri minuman, obat tradisional dan kosmetika tradisional menyebabkan permintaan teh hijau dalam dan luar negeri. Perkembangan industri-industri ini akan meningkatkan pendapatan Negara dari pajak dan devisa.
Aspek Sosial
Kemampuan perkebunan teh dalam menyerap tenaga kerja cukup tinggi, terutama tenaga kurang terdidik. Belum lagi industri yang diciptakan cukup potensial dalam pogram perluasan lapangan kerja, disamping tenaga penelitian. Kebun teh juga sebagai sarana pengembangan agrowisata.
Aspek Ekologis
Kemampuan kebun teh dalam menekan laju erosi baik dari tetesan air hujan dan aliran permukaan tanah (run-off) cukup tinggi. Sistem perakaran teh yang cukup dalam dan luas, dapat meningkatkan peresapan air kedalam tanah. Seresah dari pangkasan teh dan juga dari tanaman pelindung, dapat meningkatkan kandungan bahan organik tanah (humus). Dengan demikian berarti akan terjadi peningkatan orohidrologi di daerah-daerah tinggi dan akan lebih menjamin ketersediaan air bersih di daerah-daerah lebih bawah.
Perdu beserta tanaman pelindung disamping mampu menjaga keseimbangan hayati di dalam tanah dan di atmosfer, juga sebagai penghasil oksigen yang mempunyai andil dalam pelestarian lapisan ozon.
Keberadaan Balai Penelitian Teh dan Kina di Bandung
Bandung sangat menunjang perkembangan teknologi budidaya maupun penanganan pascapanen teh dari masa ke masa. Disamping itu keberadaan Asosiasi Teh Indonesia diharapkan dapat mendukung pengembangan pangsa pasar terutama ke luar negeri.
Sebagai salah satu perwujudan pelestarian dan pemanfaatan Plasma Nutfah. Tanaman dan tumbuhan di kebun teh keberadaan berbagai klon/cultural tanaman teh dan tanaman pelindung. Berbagai macam spicies tumbuhan apalagi apabila ada hutan didalam kebun akan sangat mendukung pelestarian plasma nutfah tanaman sekaligus pemanfaatannya.
X. BIOLOGI DAN EKOLOGI TANAMAN TEH
Biologi Tanaman Teh
Menurut Kingdon-Ward (1950) pengetahuan tentang tanaman teh sudah dikenal di Cina 2000-3000 tahun yang lalu sebagai salah satu minuman penyegar.
Tanaman teh mula-mula dikenal dengan nama nutani yang berbeda-beda seperti Camellia Teha Dyer, C.Sinensis (L) O Kuntze, Teha Sinensis, T.Bohea, T. Viridis. Sampai saat ini nama yang disepakati secara umum adalah C. Sinensis.
Berdasarkan atas perbedaan sifat-sifat morfologinya, tanaman teh digolongkan menjadi dua varietas yaitu :
Berbentuk perdu dengan tinggi tanaman 1-3 m
Duduk daun relatif tegak
Daun relatif samping ujung tumpul
Warna daun hijau gelap, panjang daun antara 3-6 cm
Permukaan daun bagian atas mempunyai lapisan lilin
Diduga berasal dari Cina (Lereng Utara Himalaya)
Pada bunga teh mempunyai benang sari lebih dari 100 buah. Kantung sari letaknya lebih rendah dari kepala putik, hal inilah yang menyebabkan tanaman teh mempunyai sifat yang hampir tidak dapat menyerbuk sendiri ("Self Incompatible" sempurna"). Dengan demikian untuk mendapatkan keturunan dari biji agar dapat tumbuh secara normal, diperlukan penyerbukan silang. Pada saat ini disamping varietas sinensis dan assamica juga dikenal adanya jenis hibrida yang merupakan hasil persilangan antara kedua varietas tersebut.
Hubungan beberapa karakter dengan kuantitas dan kualitas hasil pucuk sebagai berikut :
Berkaitan dengan kuantitas hasil pucuk
Tanaman teh apabila dibiarkan tumbuh secara alamiah akan berkembang membentuk pohon yang tinggi dan selanjutnya akan berbunga dan membentuk buah dan biji.
Mengingat bahwa dalam budidaya teh, produksinya ditentukan oleh jumlah pucuk yang maka tanaman perlu dipangkas supaya tetap dalam fase vegetatif. Disamping itu perdu akan tetap pendek, sehingga lebih mudah dalam pemetikan pucuk dan pemeliharaannya.
Menurut Venkatramani (1997) produksi pucuk dari suatu perdu dipengaruhi oleh jumlah pucuk per satuan luas bidang petik dan bobot tiap pucuk (ukuran daun). Sedangkan kerapatan (jumlah pucuk per satuan bidang petik sangat dipengaruhi oleh lebar frame (kedudukan cabang primer terhadap batang utama)
Antara bobot per pucuk dengan jumlah pucuk per perdu ternyata korelasinya negative. Apabila bobot pucuk semakin berkurang dilain pihak korelasi antara bobot tiap pucuk dengan hasil pucuk tidak nyata. Sedangkan antara jumlah pucuk dan hasil per perdu korelasinya positif dan sangat nyata. Dengan demikian maka karakter yang berpengaruh terhadap hasil pucuk per perdu adalah jumlah pucuk sedangkan bobot perpucuk tidak berpengaruh secara nyata (Astika, 1985). Dengan kualitas hasil pucuk.
Berkaitan dengan perkembangan bahwa bobot pucuk bersifat konstan (genetik) maka untuk meningkatkan hasil per perdu, diperlukan tindakan kultur teknik secara optimal yang dapat mentimulir jumlah pucuk per perdu. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan bahaya tanaman unggul akan memperoleh hasil yang memuaskan apabila diikuti dengan tindakan kultur teknik yang tepat.
Dalam budidaya teh disamping usaha-usaha yang ditujukan untuk memperoleh hasil yang tinggi (kuantitatif) masalah peningkatan kualitas memegang peranan yang sangat penting. Kualitas teh pada dasarnya ditentukan oleh tiga faktor yaitu : sifat pucuk segar, penanganan sebelum pucuk diolah dan cara pengolahannya. Ketiga faktor tersebut berkaitan erat satu sama lain sehingga apabila terjadi kekurangan disalah satu faktor dapat menurunkan kualitas tersebut. Sifat pucuk segar sangat sukar dikendalikan karena sangat dipengaruhi oleh faktor dalam (sifat genetik). Setiap jenis tanaman mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam menentukan kualitas teh.
Berdasarkan hasil pemelitian-penelitian sejak 1936 sifat morfologi tanaman teh yang sangat mementukan kualitas teh hitam adalah 1). Warna daun dan 2). Kerapatan bulu yang dipermukaan bawah dari daun-daun muda. Makin tinggi kerapatan bulu maka kualitas teh hitam yang diperoleh makin tinggi. Hasil penelitian Kantamani (1971) menunjukkan bahwa bulu-bulu tersebut menunjukkan bahwa bulu-bulu tersebut ternyata mengandung senyawa polifenol (Katekin, Epikatekin, Katekin Galat, Epigalo Katekin, Epigalo Katekin Galat dll) yang sangat berpengaruh terhadap kualitas teh hitam.
Disamping berpengaruh secara positif cacar teh (Buister Blight) berdasarkan hasil penelitian Padmanabham (1964) menunjukkan bahwa kerapatan bulu yang makin tinggi dan warna daun yang makin cerah hijau muda, maka teh hitam yang dihasilkan kualitasnya makin tinggi.
EKOLOGI TANAMAN TEH
Tanah
Pada dasarnya tanaman tidak menghendaki jenis tanah tertentu bagi pertumbuhannya yang optimal. Tetapi beberapa persyaratan kondisi tanah yang dikehendaki antara lain sebagai berikut :
solum tanah yang dalam, sehingga terasa baik
tanah harus gembur, sehingga keras baik
ketersediaan unsur hara yang cukup dan seimbang
kemampuan mengikat air cukup tinggi
PH tanah berkisar 4,5 – 6,5
Daya pembesaran yang baik
Mengingat tanah harus gembur dan kemampuan mengikat air cukup tinggi, maka perlu diperhatikan tentang ketersediaan bahan organik dalam tanah (humus) yang cukup dan berkesinambungan.Pada umumnya pada pH 4,5 – 6,5 pertumbuhan tanaman cukup baik dan optimal pada pH 4,5.
Pada ph tanah 4,5 tidak hanya ideal bagi pertumbuhan tanaman teh tetapi juga ideal bagi pertumbuhan akar turus. Menurut Pasaribu (1980) pH yang baik bagi pembentukan turus adalah antara 4,5 – 5,5. Menurut Janick (1963) pH yang baik untuk pembentukan akar turus ialah dibawah 5,0, pH yang terlalu rendah ataupun terlalu tinggi adalah menghambat pembentukan akar turus bahkan dalam keadaan ekstrim dapat mematikannya.Tanah pada suatu waktu akan memiliki kisaran pH yang tidak optimum untuk pertumbuhan tanaman. Untuk mengatasi hal ini dapat dilakukan tindakan untuk memanipulasi derajat keasaman tanah. Untuk meningkatkan pH dapat digunakan kapur, dan pH yang rendah dapat diperoleh dengan belerang atau aluminium sulfat yang diberikan pada tanah. Jumlah yang diperlukan untuk mendapatkan pH tertentu tergantung pada derajat keasaman semula tanah yang bersangkutan. Pengalaman suharlan Tarlan dan Purnomo 19780 pemberian 200-600 g tawas per 1m³ tanah dapat menurunkan pH sekitar 0,5-0,6.
Iklim
Apabila ditengok asal dari kedua varitas teh adalah daerah dataran tinggi, maka sudah selayaknya bahwa kebun-kebun teh di Indonesia sebagian besar berada di dataran tinggi. Negara-negara pesaing berat Indonesia sebagai pengekspor (terutama teh hitam) ialah India, Shrilangka, Kenya dan Tangayika sebagian besar kebun berada diatas ketinggian 1.200 m yang sangat mendukung dalam mendapatkan teh hitam yang bermutu tinggi. Di tempat yang tinggi dengan suhu yang makin rendah, pertumbuhan perdu makin lambat sehingga kuantitas hasil pucuk rendah tetapi diikuti oleh kualitas hasil pucuk yang tinggi. Keadaan akan sebaliknya apabila tempat makin rendah.
Menurut Schoorel (1974) perkebunan teh di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan ketinggiannya diatas permukaan laut sebagai berikut :
Perkebunan daerah rendah, yaitu kebun-kebun yang mempunyai ketinggian dibawah 800 m diatas permukaan laut, dengan suhu rata-rata mencapai 23,86°C.
Perkebunan daerah sedang, yaitu kebun-kebun yang mempunyai ketinggian antara 800 m sampai dengan 1.200 m dengan suhu rata-rata 21,24°C.
Perkebunan daerah tinggi, untuk kebun-kebun yang mempunyai ketinggian diatas 1.200 m dengan suhu rata-rata 18,9° C.
Selain adanya perbedaan suhu, ketiga tempat tersebut juga mempunyai perbedaan jumlah curah hujan dan hari hujan per tahun. Kedua faktor ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kemampuan berproduksi tanaman teh. Selain jumlah curah hujan per tahun, jumlah hari hujan per tahun lebih besar pengaruhnya. Hari hujan lebih banyak berarti hujan turun lebih merata selama satu tahun. Secara umum curah hujan per tahun bagi tanaman teh antara 2.000 – 4.500 mm disertai tidak lebih lebih tiga bulan kering. Dengan curah hujan minimal 60 mm per bulan. Diketinggian tempat 250 m dari permukaan laut masih dimungkinkan bagi pertumbuhan dan produksi tanaman teh dengan diimbangi jumlah curah hujan pertahun yang tinggi hari hujan yang banyak.
Salah satu syarat tumbuh tanaman teh secara optimal adalah pada suhu harian berkisar antara 13-25 ° C dengan amplitude kurang dari 11° C antara siang dan malam hari. Apabila terjadi perbedaan suhu siang dan malam hari 7,11° C maka akan terjadi "DORMANT" akan banyak terbentuk pucuk burung. Disamping kondisi suhu yang ideal tersebut diperlukan kelembaban relatif pada siang hari tidak kurang dari 70%. Adapun intensitas cahaya matahari optimal agar diperoleh laju pertumbuhan tunas yang cepat ada berkisar 65% dari sinar matahari penuh. Kondisi atmosfer tersebut dapat didekati dengan penanaman dan pengelolaan tanaman pelindung yang tepat.
PEMBIBITAN TANAMAN TEH
Dalam budidaya tanaman dapat dilakukan perbanyakan generatif (dengan menggunakan biji), maupun perbanyakan vegetatif (dengan menggunakan stek ranting atau turus). Masing-masing bahan tanaman tersebut mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan.
Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penggunaan stek (klon) dibandingkan dengan tanaman asal biji antara lain :
tanaman lebih seragam
tanaman lebih cepat menghasilkan
produksi pucuk relatif lebih tinggi
penyediaan bahan tanaman dapat dipenuhi dalam waktu yang relatif lebih cepat
Namun demikian tanaman asal stek ternyata juga mempunyai kelemahan jika dibandingkan dengan biji yaitu :
setiap klon mempunyai ketahanan yang berbeda-beda terhadap serangan hama dan penyebab penyakit apabila terjadi kekeliruan dalam memilih bahan tanaman (klon) dapat menimbulkan kerugian di masa mendatang.
klon mempunyai sifat yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan (daya adaptasinya sangat spesifik)
BAHAN TANAMAN ASAL BIJI
Hampir semua tanaman teh tua yang diusahakan oleh negera-negara penghasil teh berasal dari biji. Mengingat bahwa biji-biji tersebut dikumpulkan dari berbagais umber penghaisl biji yang kurang jelas asal usul tetuanya, maka pertumbuhan tanaman di lapangan sangat bervariasi antara perdu yang satu dengan perdu lainnya dalam hal kecepatan pertumbuhan, habitus maupun sifat ketahanannya terhadap serangan hama dan penyebab penyakit.
Setelah ditemukan klon-klon unggul pada budidaya teh, para peneliti mulai membangun kebun biji baru (kebun biji klonal). Dari kebun biji diharapkan akan diperoleh turunan yang baik, yang merupakan hasil kombinasi dari tetua yang berasal dari kebun biji tersebut.
BAHAN TANAMAN ASAL TURUS
Setelah diketahui bahwa tanaman yang berasal dari biji illegitim mempunyai banyak kelemahan maka para ahli telah berusaha mencari dan mengembangkan bahan tanaman yang lebih baik sehingga produksi tanaman dapat ditingkatkan. Sampai dengan tahun 1978 di Indonesia telah dikenal sejumlah bahan tanaman dari turus (klon).
Perbanyakan dengan turus
Bahan turus
Bahan turus sebaiknya diambil perdu yang berumur 4-5 bulan setelah dilakukan pangkasan bersih, agar ranting yang diperoleh pertumbuhannya kuat. Beberapa hari ranting dipotong pucuk dipetik dahulu untuk merangsang pertumbuhan tunas lateral. Pada umumnya buku yang diambil adalah buku nomor 6,7 dan 8 dari pucuk. Warna ranting hijau kecoklatan atau coklat kehijauan, nisbah C/N nya tidak terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Dengan demikian pertumbuhan tunas dan akar setek akan seimbang. Panjang turus 4-5 cm berdaun satu, tunas dipilih yang normal. Pangkal ranting turus dipotong miring 45°, ujung turus dipotong rata.
Media turus
Tanah sebagai bahan media diambil dari top soil dan sub soil dengan perbandingan 3:1 per polibag. Masing-masing bagian dicampur rata dengan organik yang matang dengan perbandingan sesuai tingkat kesuburan tanah yang digunakan.
Adapaun pH media pembibitan diusahakan berkisar 4,5-5 disamping itu juga diusahakan bebas pathogen. Bedengan tempat diletakkannya polibag dibuat sungkup plastik, agar kelembaban media dan atmosfer dapat dipertahankan. Diatas sungkup juga diberi naungan agar intensitas cahaya matahari lebih terkendali.
Pemeliharaan bibit
Pemeliharaan bibit meliputi penyiraman, pengendalian OPT (Diutamakan cara yang ramah lingkungan, penambahan pupuk apabila diperlukan dan pembukaan sungkup serta pengurangan atap naungan. Setelah bibit berumur 5 bulan, sungkup dibuka dimulai dari 2 jam/hari sampai akhirnya dibuka sehari penuh. Kriteria siap ditanam apabila pada umur 8 bulan sudah membentuk 5 helai daun dan sehat
XII. PENANAMAN BIBIT TEH DAN TANAMAN PELINDUNG
Persiapan Lahan dan Penanaman Bibit Teh
Pada kebun yang akan diremajakan, kegiatan "Land Clearing" dilakukan secara mekanis dengan pembongkaran dan pencabutan perdu teh yang akan diganti dengan tanaman muda. Alat yang digunakan biasanya Rxcavator dengan garpu basket. Pokok perdu yang dicabut kemudian diguncang beberapa kali sehingga tanah yang melekat pada akar akan jatuh. Seluruh perakaran diupayakan terangkat ke permukaan tanah, khususnya di tempat-tempat yang kosong akibat perdu-perdu yang terserang cendawan akar. Pokok-pokok perdu yang telah dicabut disusun pada kiri kanan jalur Excavator untuk mempermudah pengangkutan.
Apabila terdapat kendala dalam pengangkutan pokok perdu dari lokasi, dapat pula dilakukan pembakaran ditempat. Tetapi perlu pemotongan rencekan cabang dan ranting dan dipisahkan antara potongan pokok, cabang maupun ranting. Dalam kegiatan ini harus dijaga agar tidak terjadi pengikisan tanah top soil. Dalam pelaksanaan pembakaran harus diawasi secara ketat agar membahayakan mencemari lingkungan sampai semua pokok, cabang dan ranting habis dibakar.
Setelah "Land Clearing" selesai kemudian dilakukan pembajakan dengan traktor. Pembajakan pertama sejajar barisan tanaman dan pembajakan kedua dengan arah tegak lurus barisan tanaman. Penggaruan dilakukan kemudian untuk meratakan tanah. Penentuan jarak tanaman (antara 1-2 m X 0,7 – 1m) diikuti dengan pembuatan lubang tanam (antara 0,3X0,3X0,3 m sampai dengan 0,4X0,4X0,4 m). Pemberian pupuk pada lubang tanam tergantung kondisi tanah. Apabila kemiringan lahan >15% perlu dibuat terasiring dan sering kali diikuti penanaman Tephrosia guna menahan laju erosi. Biasanya 1-3 hari sebelum tanam lahan dibersihkan dulu dari potongan kayu dan gulma yang mungkin sudah tumbuh secara manual.
Penanaman Tanaman Pelindung
Dalam rangka mewujudkan iklim mikro yang optimal bagi pertumbuhan tanaman teh, penanaman dan pengelolaan pelindung yang tepat akan sangat mendukung.
Fungsi utama pohon pelindung antara lain :
Mengurangi pengaruh radiasi sinar ultra violet
Sebagai penahan angin guna mengurangi kerusakan pucuk Teh sebagai sumber bahan organik dari seresah hasil pangkasan
Mengatur suhu dan kelembaban yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman teh
Memperbaiki orohidrologi
Mengurangi laju erosi tetes air hujan dan aliran permukaan ("Run Off")
Sebagai sumber bahan bakar yang diperbarui
Pemilihan jenis pohon pelindung yang ideal memenuhi kriteria antara lain sebagai berikut :
Pada saat diperlukan naungan (musim kemarau) daun tidak rontok dan membentuk biji yang banyak
Tahan pangkas
Memiliki bentuk percabangan dan daun yang menghasilkan cahaya "Diffuse" yang baik
Mempunyai perakaran dalam dan tidak tumbuh menyamping agar tidak bersaingan dengan perakaran teh.
Tidak disukai oleh ternak
Ketahanan terhadap hama dan penyebab penyakit cukup tinggi
Terutama kayunya mempunyai nilali kalori yang baik
Berbagai jenis tanaman pelindung dengan segala keunggulan dan kelemahannya telah dicoba di perkebunan-perkebunan teh. Akhir-akhir ini yang banyak diminati pekebun teh di Indonesia antara lain Lamtoro L2 dan Silver Oak (Grevillea Robusta). Di India penggunaan G Robusta cenderung digalakkan terus dalam rangka pengembangan teh organik, guna memenuhi pangsa pasar global.
Pada penanaman tanaman pelindung penentuan jarak tanam sangat tergantung beberapa faktor antara lain :
Ketinggian tempat
Curah hujan
Keadaan kesuburan tanah
Sifat dari tanaman teh
Sifat tanaman pelindung
Tingkat kesuburan lahan
Jarak tanam awal tanaman pelindung berkisar 4X4 m – 6X6 m dan selanjutnya setelah mengalami penjarangan berkisar 8X8 m.
Pohon pelindung dapat mempengaruhi lingkungan mikro, yaitu dapat mengurangi bahaya panas dari cahaya matahari yang berlebihan terhadap tanaman teh. Disamping itu juga pada ketinggian lebih dari 1.400 m diatas permukaan laut. Tanaman pelindung masih diperlukan untuk mengurangi pengaruh negative radiasi sinar ultra violet terhadap tanaman teh. Selain pengaruh tersebut keberadaan hama terutama tungau dan thrips sangat dominant dijumpai pada kebun teh tanpa atau sangat jarang tanaman pelindungnya.
Adapun syarat tumbuh tanam teh secara optimal pada suhu berkisar 13-15°C dengan amplitude siang dan malam hari kurang dari 11°C, kelembaban relatif siang hari minimal 70% dan 65% dari intensitas cahaya matahari penuh. Mengingat hal tersebut maka penjarangan, pembentukan tegakan ("Pollarding") dan pembentukan tajuk ("Lopping") tanaman pelindung yang tepat waktu dan cara akan sangat mendukung terwujudnya iklim mikro yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman teh.
Disamping pengaruhnya pada iklim mikro, tanaman pelindung juga sebagai sumber energi juga sumber pupuk organik terbarukan yang berasal dari hasil "Pillarding" dan "Lopping". Cabang dan ranting besar berperan sebagai bahan bakar sebagai pengganti bahan bakar fosil. Sedangkan ranting kecil dan daun tanaman pelindung sebagai mulsa yang akhirnya sebagai pupuk organik.
XIII. PEMELIHARAAN TANAMAN TEH
Pemangkasan
Tujuan Utama Pemangkasan
Mempertahankan pertumbuhan vegetatif tanaman teh. Produk tanaman teh berupa pucuk, maka pertumbuhan pucuk harus dipacu. Pemangkasan akan mengakibatkan nisbah N/C perdu teh akan menurun, proses pembuangan akan dihambat, sehingga pertumbuhan pucuk-pucuk baru lebih dominant. Dengan demikian produksi akan tetap tinggi.
Membuat perdu tetap rendah untuk mempermudah pelaksanaan pemetikan pupuk dan pemeliharaannya
Salah satu usaha untuk menciptakan iklim mikro yang kurang mendukung perkembangan OPT khususnya cendawan pathogen
Untuk mendapatkan seresah sebagai bahan organik dalam tanah (humus) dan bahan bakar (cabang dan ranting perdu)
Macam Pangkasan
Pangkasan Kepris (Pangkasan Biasa)
Tinggi pangkasan biasanya minimal 60 cm, perdu dipangkas secara merata. Daun pemeliharaan (Maintence Foliage) dibawah bidang pangkas masih cukup tebal. Pangkasan makin tinggi maka pertumbuhan tunas lebih cepat, akibatnya daur pangkas akan lebih pendek. Dalam pelaksanaan pemangkasan digunakan pisau pangkas yang tajam agar luka pangkas halus. Seresah bekas pangkasan biasanya dihamparkan disekeliling perdu sebagai mulsa atau dibenamkan ke dalam tanah sebagai bahan humus. Dari pangkasan kepris biasanya 3 bulan kemudian sudah dapat dimilai pemetikan.
Pangkasan Ajir
Pemangkasan ini dilaksanakan seperti pada pangkasan kepris, hanya ditinggalkan satu ranting. Ranting tersebut diharapkan mendukung pertumbuhan tunas baru, sebagai sumber karbohidrat perdu. Pangkasan dilakukan di musim kering terutama di kebun-kebun yang rendah letaknya. Di Shrilangka dan India dilakukan dengan tidak memangkas ranting-ranting pinggir perdu (Rim Lung Prune). Cara tersebut bertujuan untuk mencegah kerusakan atau kematian perdu.
Pangkasan Bersih
Tinggi pangkasan dibawah 60cm, tanpa meninggalkan daun pemeliharaan dibawah bidang pangkasan. Biasanya dilaksanakan dikebun-kebun yang letaknya tinggi terutama dimusim penghujan. Dengan demikian dapat mengurangi kelembaban disekitar perdu, cahaya matahari dapat mencapai permukaan tanah. Dengan demikian dapat menekan perkembangan cendawan pathogen.
Pangkasan tersebut juga sering diterapkan di kebun bibit. Pangkasan yang rendah mengakibatkan cabang-cabang yang relatif besar sehingga ranting-ranting yang tumbuh akan lebih besar dan kuat karena berasal dari mata tunas yang ukurannya lebih besar. Dengan demikian dapat diperoleh bahan stek yang pertumbuhannya lebih kuat.
Daur Pemangkasan
Panjang pendeknya daur pemangkasan antara lain tergantung pada :
Laju pertumbuhan tunas pada klon yang bersangkutan. Makin tinggi laju pertumbuhan tunas maka daur pemangkasan lebih pendek karena perdu lebih cepat tinggi. Perdu-perdu dengan laju pertumbuhan pucuk yang lebih rendah, maka daur pemangkasan akan lebih panjang. Daur pemangkasan pada umumnya berkisar antara 2-3 tahun.
Tinggi tempat lokasi kebun
Lokasi kebun makin rendah, pertumbuhan tunas makin cepat maka daur pemangkasan lebih pendek. Dengan demikian sebaliknya untuk lokasi kebun yang makin tinggi.
Musim
Di musim hujan karena kebutuhan air pada perdu lebih terpenuhi pertumbuhan tunas lebih cepat sehingga diperlukan daur pemangkasan yang lebih pendek. Keadaan sebaliknya di musim kemarau.
Persiapan Perdu untuk Dipangkas
Kesiapan perdu tergantung tingkat kesehatan fisiologisnya. Tingkat kesehatan perdu siap disimpan apabila mempunyai minimal berkisar 20-24% kandungan karbohidrat atas dasar berat kering perdu (Total Carbohydrate Available). Apabila tingkat TCA < 15% biasanya perdu dibiarkan tidak dipetik beberapa waktu sampai tingkat TCA mencapai 20-24%.
Pemupukan
Pemupukan pada tanaman meliputu pemberian unsur hara makro (N,P,K,Mg,Ca dan S) dan mikro terutama (Zn,Fe,Mn dan Cl) sesuai dengan kebutuhan. Keefisiensian dalam pemupukan sangat tergantung terutama pada ketepatan jenis maupun komposisi, takaran (dosisi maupun konsentrasi) saat pemberian dan cara pelaksanaan.
Unsur-unsur hara tersebut diatas dapat diperoleh dari pupuk anorganik, pupuk organik maupun pupuk alam. Pupuk anorganik dapat diberikan secara tunggal maupun majemuk, tetapi kecenderungan pemberian pupuk majemuk karena dianggap lebih efisien. Bentuk pupuk dapat berupa granuler, tablet maupun cair. Pemberian pupuk dapat lewat tanah maupun daun dengan cara pemyemprotan larutan.
Pemberian pupuk organik di Indonesia terutama maish dalam bentuk seresah pangkasan perdu teh maupun tanaman pelindung. Pada awalnya 3-5 bulan setelah pangkasan seresah tersebut berfungsi sebagai mulsa bagi perdu teh. Kemudian proses pelapukan terjadi 6-9 bulan, terjadi mineralisasi bahan organik yang menghasilkan unsur hara tersedia bagi tanaman teh. Setelah proses pengoplosan selesai terjadi perbaikan struktur tanah atas ("Top Soil") yang memberikan peluang besar pada pertumbuhan dan pergantian akar rambut, sehingga produktivitas tanaman tidak berfluktasi terlalu besar.
Menurut penelitian Wibowo (1981) bahan pangkasan yang tetap ditinggalkan di kebun teh telah berfungsi sebagai mulsa dan kompos selama satu daur pangkas berikutnya telah meningkatkan efisiensi pupuk sebesar 11% dan produksi sebesar 6%. Bahan organik menunjukkan peran multiguna yaitu sebagai penyangga pupuk dan air, media tumbuh pengubah hara dan menambah lengkapnya unsur hara dalam tanah.
Menurut Goenadi (1997) tanaman dapat menggunakan sumber N dari pupuk anorganik, kompos, bahan pangkasan secara terpisah maupun pupuk anorganik bersama-sama dengan kompos atau bahan pangkasan. Pemanfaatan kompos atau bahan pangkasan. Pemanfaatan kompos bioaktif atau bahan pangkasan sebagai sumber N dapat mengurangi dosis pemupukan sebesar 50% untuk menggantikan fungsi pupuk anorganik di kebun teh berbagai alternatif bahan organik yang dapat digunakan misalnya pupuk kandang, azola, kompos dan bahan organik lainnya. Bahan organik didalam tanah berfungsi sebagai sumber hara, merangsang aktifitas mikroba tanah dan memperbaiki sifat kimia, fisik dan bilogi tanah.
Produk teh organik terstandar sudah sangat diminati ditingkat pasar global. Dalam pemenuhan unsur-unsur hara bagi tanaman teh tidak lagi menggunakan pupuk anorganik (dalam pembuatannya memerlukan biaya tinggi) tetapi menggunakan bahan organik dan bahan alam. Hara N didapat misalnya dari azola, tanaman legumimo sae. Limbah hewani dan lain-lain. Pupuk guano (KNO3) disamping sebagai sumber K sekaligus sebagai sumber N. sebagai sumber P dapat diperoleh dari hasil tambang misalnya rock fospat, kiserit dan dolomit.
Pemanfaatan bioktivator organik decomposer misalnya orgadec dan EM4 sangat mendukung ketersediaan pupuk organik siap pakai. Pembuatan kompos di lokasi kebun akan sangat mengurangi biaya terutama untuk angkutan. Meningkatkan pemanfaatan biortizer misalnya EMAS (Enhanzing Microbial Activities of Teh Soil) dan Mikoriza akan meningkatkan efisiensi pemupukan.
Perlindungan Tanaman
Perlindungan terhadap tanaman teh ditujukan agar kerugian sevara ekonomis dapat ditekan seminimal mungkin. Pengendalian organisme pengganggu tanaman ditujukan terhadap ;
Hama utama pada tanaman teh antara lain :
Helopeltis sp. (ulat penggulung pucuk)
Empoasca sp
Xyloberus Formicatus, eich (penggerek batang)
Secara umum alternatif mengatasi hama-hama tersebut diatas antara lain cara-cara sebagai berikut :
Sasaran siperdin adalah penggunaan pestisida agar seminimal mungkin dengan jalan memperketat monitoring, pengamatan, peramalan dan pengawasan terhadap timbul dan menyebarnya hama. Dengan monitoring yang teratur apabila terpaksa dilakukan penyemprotan insektisida akan lebih tepat. Kegiatan siperdin diawali dengan inventarisasi serangan meliputi luas dan tingkat serangan sampai dengan pemilihan alternatif pengendalian (manual, mekanis, kultur, kimiawi dan PHT).
Mewujudkan keanekaragaman hayati di lingkungan kebun teh maupun disekitarnya. Penanaman berbagai spicies tanaman baik sebagai tanaman pelindung (Acasia Deccurens, Leucaenk glauca, Gliricida sp,Grevillea Robusta dll). Tanaman tepi jalan, menghutankan lahan-lahan kosong dan miring, pengendalian gulma hanya yang benar-benar merugikan tanaman teh. Dengan demikian akan terwujud keseimbangan hayati antara hama dan musuh-musuh alaminya, sehingga ledakan hama dapat dihindari.
Penggunaan klon/kultuviar yang tahan terhadap serangan hama. Namun diikuti dengan langkah-langkah yang mengurangi kepekaan tanaman terutama dengan pemupukan berimbang.Hasil-hasil penelitian membuktikan bahwa pemberian n yang yang berlebihan menyebabkan tanaman lebih peka terhadap hama. Ketahanan tanaman bersifat dinamis karena selain tergantung sifat genetik tanaman dipengaruhi pula oleh kondisi lingkungan juga tingkat keganasan hama yang erat kaitannya dengan generasi hama itu sendiri. Penggunaan pestisida apabila terpaksa diupayakan yang nabati/alami disamping ramah lingkungan juga merupakan langkah berdikari di bidang perkebunan.
Penyakit Utama pada Tanaman antara lain :
Penyakit cacar teh oleh cendawan Exobasidium Vexan Massee
Penyakit cacar merupakan yang paling merugikan bagi budidaya teh terutama pada kebun-kebun yang tinggi letaknya dari pemukiman laut. Faktor lingkungan yang mendorong perkembangan penyakit ini antara lain kelembaban yang tinggi, tidak adanya angin bertiup dan intensitas cahaya matahari yang terlalu rendah.
Pengendalian penyakit cacar antara lain sebagai berikut :
Penyakit Akar Merah yang disebabkab oleh cendawan Ganoderma pseuodoferreum (wakef) O Et stein, penyakit akar hitan yang disebabkan oleh cendawan rosellinia arcuata petch dan penyakit leher akar yang disebabkan oleh cendawan ustulina maxima (web) van Wet Stein pengendalian penyekit tersebut diatas antara lain :
Cara kultur teknis, dengan penggunaan klon-klon unggul tahan penyakit akar, cara ini paling mudah dan murah walaupun ketahanan tersebut bersifat dinamis.
Cara mekanik dengan membongkar perdu yang sakit dan membakarnya di tempat agar tidak terjadi penyebaran cendawan lebih luas. Disamping itu juga pembuatan rorak sedalam 60-100 cm disekliling perdu yang terserang untuk mengisolasi penyebaran cendawan. Rorak juga mengatur tata air yang baik di kebun.
Cara kimiawi dengan melakukan fumigasi menggunakan ethil bromide. Cara ini dapat dilaksanakan dengan cepat tetapi memerlukan biaya cukup banyak.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanik dengan pencabutan, pencangkulan atau pemberian mulsa dari seresah pangkasan perdu teh atau pangkasan tanaman pelindung. Gulma yang dikendalikan hanyalah yang benar-benar dekat perakaran perdu saja. Gulma yang tumbuh di tempat lain justru berguna untuk menahan laju erosi dan emnambah keanekaragaman hayati dan pelestarian plasma nutfah di kebun teh. Penggunaan herbisida diusahakan seminimal mungkin, hanya kalau cara lain tidak memungkinkan.
XIV. PEMETIKAN PERDU TEH
Tujuan utama pemetikan teh adalah untuk mendapatkan pucuk teh dengan jumlah, mutu dan saat yang dikehendaki. Berdasarkan tujuan utama dan cara pelaksanaan ada dua macam pemetikan yaitu :
Pemetikan jendangan. Tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan bidang petik yang selebar dan serata mungkin agar penangkapan energi radiasi matahari lebih optimal sehingga produksi pucuk akan lebih tinggi. Pemetikan ini diterapkan pada tanaman muda (biasanya dimulai sekitar 1-1,5 th) setelah perdu dipangkas. Pelaksanaan pemetikan jedangan tanpa mempertimbangkan mutu pucuk tetapi terutama ditujukan tanpa mempertimbangkan bidang petik yang lebar dan rata.
Pemetikan produksi. Pemetikan ini merupakan ujung tombak produksi teh. Pelaksanaannya akan sangat menentukan jumlah, mutu dan kesinambungan produksi pucuk yang diperoleh. Perdu mulai siap dipetik biasanya kalau sudah mengalami jendangan beberapa kali tergantung kondisi pertumbuhan tunas pada perdu. Apabila laju pertumbuhan tunas makin tinggi, maka akan lebih awal dapat mulai dipetik begitu sebaliknya apabila laju pertumbuhan tunas makin rendah.
Daur pemetikan. Panjang pendeknya daur sangat menentukan tingkat produksi pucuk. Daur petik makin pendek dalam batas dan kondisi tertentu, produksi pucuk akan makin tinggi demikian sebaliknya apabila daur petik makin panjang.
Beberapa faktor yang berpengaruh pada panjang, pendeknya daur pemetikan antara lain sebagai berikut :
Sifat genetik perdu terutama tentang laju pertumbuhan pucuknya, makin tinggi maka daur petik makin pendek begitu kondisi sebaliknya.
Tingkat ketersediaan unsur hara dan air. Pelaksanaan pemupukan yang lebih tepat dan dimusim hujan, daur pemerikan lebih pendek.
Tinggi tempat. Tempat makin rendah laju pertumbuhan pucuk makin tinggi, sehingga daur pemetikan lebih pendek tetapi diikuti mutu pucuk lebih rendah untuk klon yang sama. Sebaliknya tempat makin tinggi, daur pucuk makin panjang tetapi mutu pucuk yang diperoleh makin tinggi.
Macam petikan yang diterapkan. Pemetikan makin ringan daun pemeliharaan makin banyak, pertumbuhan pucuk makin cepat sehingga daur pemetikan lebih pendek.
Macam petikan produksi. Ada beberapa kriteria petikan sebagai berikut :
1. Berdasarkan tingkat beban pada perdu setelah pemetikan :
Petikan ringan apabila diatas bidang petik ditinggalkan kebel + satu daun (K+1) atau lebih (K+2,K+3 dst).
Petikan sedang apabila diatas bidang petik bagian tengah ditinggalkan kebel saja (K+0) dan bagian pinggir kebel + 1 daun (K+1)
Petikan berat apabila diatas bidang petik hanya ditinggalkan kebel dan satu daun saja (K+0)
Petikan rata. Petikan ini hanya berdasarkan ketinggian bidang petik dengan baikan jumlah daun yang ditinggalkan diatas kepel.
Berdasarkan tingkat mutu pucuk hasil petikan ada beberapa macam sebagai berikut :
Petikan haus. Apabila yang dipetik peko dan satu daun (P+1) atau peko dan dua duan muda (P+2m)
Petikan medium. Apabila yang dipetik P+2m, P+3m atau burung dan satu daun muda (B+1m)
Petikan kasar. Apabila yang dipetik P+3 atau B+1
Berdasarkan alat yang digunakan dalam pemetikan digolongkan menjadi tiga sebagai berikut :
Petikan tangan. Apabila cukup tenaga kerja untuk melakukan sesuai dengan norma petikan standar. Petikan ini dilakukan sekaligus memelihara bidang petik agar selalu ttersedia ranting petik secara berkesinambungan, mutu pucuk lebih terjamin.
Petikan dengan gunting. Cara ini terutama untuk mengatasi kelangkaan tenaga kerja, karena kurang selektif disbanding petikan tangan maka pucuk yang diperoleh kurang terjamin mutunya.
Petikan dengan mesin. Cara ini ditempuh apabila harga pasar teh relatif stabil, tetapi biaya tenaga kerja cenderung terus meningkat. Untuk jangka panjang sebagai terobosan untuk mengatasi masalah biaya tenaga kerja.
XV. PENANGANAN PASCA PANEN DAN PENGOLAHAN PUCUK TEH
Setelah pemetikan pucuk di kebun maka sampai masuk ke pabrik, kerusakan mekanik harus ditekankan semaksimal mungkin. Kerusakan mekanik makin tinggi dan makin dini, maka mutu teh olah terutama teh hitam makin rendah. Benturan kerasantar pucuk dan pucuk dengan benda-bendakeras perlu dihindari. Tumpukan di loos-loo kebun dalam kendaraan diusahakan tidak padat tetapi masih memberi kesempatan adanya sirkulasi udara yang baik.
Berdasarkan cara pengolahan pucuk dibedakan ada 3 macam teh yaitu teh hitam, teh oolong dan hijau. Teh hitam mengalami proses fermentasi dalam pengolahannya, teh oolong mengalami proses setengah fermentasi. Di Indonesia teh jenis ini tidak tetapi di Shrilangka dan India adalah Negara produsennya. Teh hijau dalam pengolahannya tidak mengalami proses fermentasi.
Di Indonesia berbagai merk dagang teh wangi diproduksi dan dipasarkan. Penduduk Indonesia sebagian terbesar adalah konsumen teh wangi. Bahan baku teh wangi adalah teh hijau dengan dicampur bahan pewangi kemudian dikeringkan dan dikemas.
Pengolahan teh secara singkat dan garis besar hanya pada teh hitam dan hijau saja.
Pengolahan Teh Hitam
Pentahapan pengolahan teh hitam secara garis besar sebagai berikut :
Pelayuan. Tujuan pelayuan untuk mengurangi kadar air pucuk sehingga tahap pengolahan berikutnya dapat berlangsung sebaik-baiknya. Daun yang masih segar akan mudah sobek dan pecah pada penggilingan, disamping itu juga pelayuan dapat menghilangkan bau tidak sedap pucuk. Dalam pelayuan pucuk dihamparkan dan setiap 3-4 jam pucuk dibolak-balik agar pelayuan merata. Aliran udara panas ke dalam bak biasanya 15-18 jam sudah cukup melayukan pucuk untuk dapat dilakukan penggilingan pada tahap berikutnya. Pucuk yang sudah cukup layu warnanya hijau kecoklatan, tangkai lentur aromanya harum dan segar.
Penggilingan. Pucuk layu dalam penggilingan kemudian dilakukan sortasi basah. Yang memisahkan antara hasil penggilingan, dalam sortasi melalui tiga tahap sehingga diperoleh mutu bubuk teh nomor 1,2 dan 3. adapun sisa-sisa dari batang pupuk hasil penggilingan yang terakhir disebut budak merupakan mutu yang terendah.
Fermentasi. Proses fermentasi pada pengolahan teh hitam adalah serentetan reaksi kimia yang ditandai dengan adanya kegiatan enzim. Hasil fermentasi sangat dipengaruhi beberapa faktor terutama tebal hamparan di bak fermentasi, perubahan suhu yang terjadi dan lamanya proses fermentasi. Sasaran terakhir yang dicapau dalam pengolahan teh hitam adalah seduhan yang baik, aroma yang kuat dan warna seduhan kuning keemasan. Kelembaban yang ideal dalam ruang fermentasi pada umumnya 90% dengan suhu minimal 26°C dan memerlukan waktu 2-25 jam. Penentuan waktu fermentasi yang tepat sangat menentukan mutu teh hitam yang dihasilkan.
Pengeringan. Setelah proses fermentasi maka sesegera dilakukan pengeringan. Bubuk teh dimasukkan kedalam alat pengering dengan suhu 100°C, biasanya dalam waktu sekitar 2,5 menit. Dengan pengeringan tersebut proses fermentasi dihentikan saat yang tepat sehingga diperoleh mutu teh hitam yang diinginkan.
Sortasi. Teh yang keluar dari alat pengering dengan warna coklat tua masih bercampur dengan debu, tangkai daun dan kotoran lainnya. Oleh karena itu perlu dipisahkan atau sortasi untuk mendapatkan teh yang seragam ukurannya sehingga mutu dipasaran alan lebih terjamin. Sortasi dilakukan dengan cara menampi, mengayak dan memotong,
Teh kering yang keluar dari mesin sortasi akan terbagi menjadi beberapa golongan :
Pengolahan Teh Hijau.
Perbedaan pokok antara pengolahan teh hitam dan teh hijau adalah pada pengolahan teh hitam ada tahapan fermentasi sedangkan untuk teh hijau tidak.
Tahapan pengolahan teh hijau sampai dengan tahapan sortasi basah sama dengan pada teh hitam. Setelah sortasi basah pengeringan awal dilakukan agar antara pucuk merata kekeringannya. Suhu pengeringan berkisar antara 100-135°C selama 30 menit.
Pengeringan akhir dilakukan melalui 3 tahap pemanasan :
Pemanasan I dilakukan selama 1½ jam pada suhu 150°C dengan dimatikan ½ jam, agar terbentuk partikel-partikel teh
Pemanasan II dilakukan selama 1 jam pada suhu 150°C dengan dimatikannya selama 1 jam tujuannya sama dengan pada pemanasan I.
Pemanasan III dilakukan dengan suhu 125°C sampai kering. Setelah kering partikel teh dipoles dengan cara dirotasi tanpa api selama 1 ½ jam untuk menyeragamkan warna.
Setelah proses pengeringan selesai kemudian tahap berikutnya adalah sortasi. Hasil sortasi menghasilkan dua macam kualitas :
Kualitas ekspor ada 3 jenis :
Pecco besar adalah teh hijau yang partikelnya tergulung padat, terpilih berwarna hijau sampai kehitaman dan sangat sedikit tercampur tulang.
Pecco kecil adalah teh hijau yang partikelnya tergulung padat, terpilih berwarna hijau kehitaman berukuran lebih panjang disbanding pecco besar sedikit tercampur tulang dan serat
Chun Me (CM) adalah teh hijau yang partikelnya tergulung padat memanjang berwarna hijau kehitaman sampai hitam
Kualitas local ada 5 jenis :
Pengemasan untuk tiap jenis disesuaikan dengan standar masing-masing. Tujuan ekspor teh hijau antara lain ke Afganistan, Singapura dan Rusia. Pasar dalam negeri terutama industri teh wangi, obat alami dan kosmetika alami.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin,S.Etall. 1997. Petunjuk Kultur Teknik Tanaman Teh. Puslitbun Gambung
Astika,W.dan D. Muchtar. 1978. Anjuran Bahan Tanaman Teh Tahun 1978. Warta BPPTK 4 (3/4) : 297 – 306
Astika, W. 1985. Korelasi Antara Beberapa Karakter Tanaman Teh. Lokakarya Teh. Bandung
Didik Indradewa. 1978. Dasar Morfo – Fisiologis Peningkatan Potensi Hasil Tanaman Teh. Fak. Pertanian UGM. Yogyakarta
Pasaribu, EH., 1980. Pengaruh Media Tanah dan Pemupukan pada Perakaran Setek Teh. Symposium Teh III. Surabaya
Rachman Sutanto. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Rosyana Purnama. 2000. Pengelolaan Tanaman Pelindung Grevillea Robusta di Perkebunan Teh India Selatan. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung
Sukasman. 1987. Meningkatkan Produktivitas Teh dengan Manipulasi Agronomi. Pertemuan Terbatas Masalah Klon Unggul Tanaman Teh. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta
Wahyu Wdayat. 2000. Budidaya Teh Organik dan Prospek di Masa Mendatang. Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung
B U K U A J A R
BUDIDAYA TANAMAN TAHUNAN
Oleh:
Ir. Pratignja Sunu, MP. NIP. 130814565
Ir. Warsoko Wiryowidodo NIP. 130803672
Dibiayai oleh :
Program Hibah Kompetisi A3
Jurusan Agronomi – Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Tahun Anggaran 2007
JURUSAN/PROGRAM STUDI AGRONOMI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
S U R A K A R T A
2007
KATA PENGANTAR
Buku Budidaya Tanaman Tahunan ini disusun dalam rangka mengembangkan Buku Ajar di Fakultas Pertanian khususnya Jurusan/Program Studi Agronomi untuk membantu mahasiswa dalam mengikuti kuliah agar lebih mudah dalam memahami materi yang diberikan dalam tatap muka dikelas. Dengan penyediaan buku ajar ini diharapkan selama tatap muka mahasiswa telah mempunyai bekal materi yang akan dibicarakan sehingga dalam kelas akan lebih banyak diskusi atau tanya jawab.
Buku Ajar mata kuliah Budidaya Tanaman Tahunan ini dapat tersusun atas biaya dari Program Hibah Kompetisi A3, Jurusan Agronomi, Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret, Surakarta pada Tahun Anggaran 2007.
Mata kuliah Budidaya Tanaman Tahunan diberikan pada mahasiswa Jurusan/Program Studi Agronomi Fakultas Pertanian UNS sebagai mata kuliah wajib dengan bobot sks: 2-1, juga kepada jurusan/program studi lain yang mengambilnya sebagai mata kuliah pilihan. Agar mahasiswa lebih mudah memahami materi kuliah ini, maka mahasiswa perlu mengambil mata kuliah Dasar Agronomi, Fisiologi Tanaman dan Ekologi Tanaman terlebih dahulu., sedangkan untuk memperluas pengetahuannya mahasiswa perlu menelusuri buku/jurnal yang ditunjuk atau mengakses dari internet.
Setelah mempelajari buku ini diharapkan mahsiswa akan dapat memecahkan masalah umum yang terkait dengan budidaya tanaman tahunan sejak penyiapan lahan, bahan tanaman, kultur teknik, pemeliharaan tanaman di lapang, pemetikan hasil sampai ke pengolahan hasil.
Walau disadari bahwa buku ini masih jauh dari yang diharapkan karena keterbatasan penyusun, tetapi diharapkan buku ini ada manfaatnya bagi yang membutuhkannya, dan tidak lupa kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan demi penyempurnaan buku ini.
Surakarta, Nopember 2007
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . | i |
Kata Pengantar . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . | ii |
Daftar Isi . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . | iii |
Bab I | Pendahuluan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Budidaya Tanaman Tahunan. . . . . . . . . . . . . .
Perkebunan Besar dan Perkebunan Rakyat . . . . . . . . . . . . . . .
| 1
1
2 |
Bab II | Prospek dan Arti Ekonomi Komoditas Kopi
Latar Belakang
Perkembangan Budidaya Kopi di Indonesia
Arti Ekonomi dan Prospek Tanaman Kopi
| 7
7
7
8 |
Bab III | Bahan Tanam Tanaman Kopi
Kopi Arabika
Kopi Robusta
Pemilihan Komposisi Klon
| 12
13
14
15 |
Bab IV | Biologi Tanaman Kopi
Sistematika Tanaman Kopi
Jenis-jenis Kopi
Botani Tanaman Kopi
| 16
16
18
19 |
Bab V | Syarat Tumbuh Tanaman Kopi
Iklim
Tanah
| 25
25
27 |
Bab VI | Pembibitan Tanaman Kopi
Pembiakan Secara Generatif
Pembiakan Secara Vegetatif
| 29
29
31 |
Bab VII | Tanaman Naungan pada Kopi
Latar Belakang
Tanpa Tanaman Naungan
Menggunakan Tanaman Naungan
Keuntungan dan Kerugian dengan Tanaman Naungan
Jenis-jenis Tanaman Naungan
Sistem Tanam Naungan
| 33
33
34
35
35
36
38 |
Bab VIII | Panen dan Pengolahan Hasil Kopi
Pemungutan Hasil
Pengolahan Hasil
| 45
46
46 |
Bab IX | Prospek Teh di Indonesia | 51 |
Bab X | Biologi dan Ekologi Tanaman Teh
Biologi Tanaman Teh
Ekologi Tanaman Teh
| 53
53
55 |
Bab XI | Pembibitan Tanaman Teh
Bahan Tanamaan Asal Biji
Bahan Tanamaan Asal Turus
| 58
58
59 |
Bab XII | Penanaman Bibit dan Tanaman Pelindung
Persiapan Lahan dan Penanaman Bibit Teh
Penanaman Tanaman Pelindung
| 60
60
62 |
Bab XIII | Pemeliharaan Tanaman Teh
Pemangkasan
Pemupukan
| 65
65
68 |
Bab XIV | Pemetikan Perdu Teh | 69 |
Bab XV | Penanganan Pasca Panen dan Pengolahan Pucuk Teh
Pengolahan Teh Hitam
Pengolahan Teh Hijau
| 72
72
74 |
| DAFTAR PUSTAKA | 76 |